Beranda
incident
local news
NEWS
scandals
tragedies
Bangkit Melalui Hari yang Gelap
Redaksi
Mei 26, 2025

Bangkit Melalui Hari yang Gelap

NOIS.CO.ID -- Kenangan buruk dan mengenaskan tentang kericuhan yang terjadi menjelang akhir Orde Baru tetap tertanam dalam pikiran penduduk Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Peristiwa kelam pada hari Jumat, tanggal 23 Mei 1997 itu pun tak mudah untuk disepelehkan meskipun sudah banyak waktu yang berlalu.

Pada peristiwa kelam bernama Jumat Hitam ini, banyak jiwa menjadi korban tanpa guna. Menurut catatan dari kepolisian, terdapat 123 orang meninggal dunia, 118 lainnya mengalami cedera, serta 179 lebih ditetapkan sebagai hilang.

Namun, informasi yang berkembang sampai saat ini tetap saja tidak konsisten, terlebih soal jumlah korban jiwa. Menurut sumber otoritas, dinyatakan ada sekitar 142 orang meninggal dunia. Sementara itu, media melaporkan angka tersebut bervariasi antara 136 orang, 133 orang, 142 orang, hingga 155 orang. Lebih mengkhawatirkan lagi, laporan masyarakat tentang para korban dalam insiden Kerusuhan Jumat Kelabu merujuk pada total 156 orang dan bahkan naik ke angka 170 orang tewas.

Seiring dengan itu, setelah kerusuhan terjadi, para korban tak dikenali dikubur bersama-sama di TPU yang dikelola oleh Pemerintah Kota Banjarmasin, lokasinya berada di Jalan Bumi Selamat Km 22 Kelurahan Landasan Ulin, Banjarbaru.

Riot tersebut pecah pada hari terakhir kampanye Partai Golkar untuk pemilihan umum tahun 1997 di kota Banjarmasin. Acara yang semestinya menyambut gembira malahan berubah menjadi musibah. Konflik dimulai ketika para pengikut Golkar melakukan perjalanan kendaraan mereka melewati Jalan Pangeran Samudera, Banjarmasin. Di sisi lain, selama jam-jam tertentu setiap hari Jumat, bagian dari jalur ini biasanya ditutup guna menunjang ibadah sholat jemaah di Masjid Noor.

Hairus Salim, dalam buku Amuk Banjarmasin, menuliskan, saat itu sejumlah media menyatakan ada tiga sepeda motor yang dikendarai warga beratribut Pohon Beringin nekat melewati ruas wilayah yang ditutup untuk keperluan salat. Mereka hendak menuju Lapangan Kamboja, lokasi utama kampanye Golkar di Banjarmasin.

Suara knalpot tersebut mengganggu para jamaah yang tengah meresapkan doa penutup salat Jumat. Kepolisian awalnya menolak agar kelompok dengan atribut pohon beringin itu tidak masuk, namun mereka nekat menerobos jalanan yang telah dihalangi. Setelah itu, tiga individu ini pun diamankan oleh aparat, lalu dikeroyok serta dipukul oleh massa.

Tiba-tiba saja suasana menjadi tegang. Terjadinya bentrokan antara jamaah shalat Jumat dengan rombongan kampanye meletus di Jl. Pangeran Samudera, tepat di hadapan Masjid Noor Banjarmasin. Insiden tersebut menyulut kericuhan yang meluas sampai ke setiap sudut Kota Seribu Sungai serta daerah-daerah tetangganya. Banjarmasin Gempar.

Setelah 28 tahun lamanya, insiden tersebut tetap hidup dalam ingatan melalui wadah seperti forum debat dan juga pertunjukan kesenian. Meskipun demikian, identitas pelaku dari bencana itu masih kabur. Pihak berwenang hanya memperingati peristiwo ini sebagai suatu lukisan trauma yang tidak boleh terjadi kembali.

Kami perlu berdiri tegak setelah Jumat Kelabu. Namun, sebagai bagian penting dari sejarah, hal ini pastinya tak bisa diabaikan. Ada tugas rumah tangga lain yang masih menanti untuk diselesaikan oleh pemerintah. Salah satunya adalah kasus pelanggaran hak asasi manusia selama kerusuhan yang sampai hari ini solusinya belum terungkap. (*)

Penulis blog

Tidak ada komentar