
Ade Mayasanto, S.Pd., M.M.
Redaktur Utama
Bangka Pos/Pos Belitung
TAHUKAHkamu adalah kotoran hewan yang biasa digunakan sebagai pupuk untuk tanaman?
Tentu tahu. Satu per satu disebut dengan lantang. Kotoran kambing, ayam, sapi hingga hewan lain yang tidak memiliki hubungan dengan pupuk tanaman terkadang menjadi jawaban tambahan.
Tapi, tahukah kamu siapa presiden Zimbabwe saat ini? Jawaban tentu terhambat. Menebak-nebak bukanlah solusi. Mau melihat ke Mbah Google atau ChatGPT, tentu malu hati. Diam sambil tersenyum, lalu akhirnya mengakui kekalahannya.
Kedua pertanyaan itu bukanlah jebakan. Atau ingin membandingkan bahwa isi otak hanya mengenal nama-nama kotoran saja, dan kemudian mengabaikannya ketika menghadapi soal yang berkaitan dengan dunia politik.
Dari dua pertanyaan itu justru mengingatkan saya bahwa terkadang, tidak perlu waktu lebih untuk memberi jawaban. Apalagi, berpikir memberi jawaban yang memenuhi ekspektasi si penanya. Namun, dari dua pertanyaan itu, saya juga tahu bahwa daya tahu ternyata terbatas.
Lihat saja, hanya untuk menjawab kotoran sebagai pupuk tanaman, dalam hitungan detik saya bisa menjawabnya. Pengalaman, pengetahuan tentang kotoran hewan ini seolah-olah memenuhi ruang alam pikir.
Bagaimana tidak? Saya sejak kecil sudah diberitahu untuk menghindari kotoran ayam di rumah. Karena, ibu sering berkata bahwa kotoran ayam mengandung cacing yang berbahaya bagi tubuh.
Ucapan ibu ini berlanjut ke sugesti saat menengok-nengok mengenai kotoran ayam di sekitar teras rumah.
Saran juga masuk saat saya mengenal kotak kambing. Bentuknya yang bulat dan hitam, seolah menjadi tanda bahwa barang yang berwarna hitam berbahaya bagi tubuh. Hal yang sama terjadi saat melihat kotak sapi, kuda atau yang lainnya.
Beruntung, penjelasan ibu yang penuh sugesti itu hilang ketika remaja tiba. Dari sekolah baru saja tahu bahwa kotoran ayam mengandung sumber berbagai penyakit menular yang berbahaya, terutama bagi anak kecil yang memiliki sistem imun yang masih kecil.
Bayangkan saja, risiko infeksi serius mulai dari salmonella dan E. coli, campylobacter hingga histoplasmosis bisa disebabkan oleh kotoran ayam ini.
Di dalam hati saya bertanya-tanya. Bagaimana mungkin begitu detail menjelaskan tentang kotoran hewan. Lalu bagaimana dengan pertanyaan Presiden Zimbabwe?
Ah, mengapa tidak ada jawaban yang muncul dari otak ini mengenai Zimbabwe. Mau meminta bantuan angin seperti lagu Lyodra, tentu bukan jawabannya. Mau meminta bantuan Mbah Google, lagi-lagi membuat malu hati. Tapi, apa daya tubuh ini.
Dengan berat hati, dan diam-diam merasa simpati terhadap diri sendiri, akhirnya harus diakui bahwa ini adalah jawaban yang ada setelah jari-jari menyentuh layar Google.
Diberitakan, Presiden Zimbabwe saat ini adalah Emmerson Mnangagwa. Ia menjabat sejak 24 November 2017, setelah menggantikan Robert Mugabe melalui kudeta militer.
Kudeta ini mengakhiri kekuasaan Mugabe selama hampir empat dekade. Padahal, Mnangagwe merupakan wakil Mugabe saat itu di pemerintahan.
Kudeta ini tanpa darah sebagai upaya mengakhiri perekonomian negara yang kacau, angka pengangguran yang melonjak, dan kesulitan pangan yang semakin mengikat serta perlawanan terhadap sikap sombong Mugabe yang akan tetap berada di puncak kekuasaan hingga Tuhan memanggilnya.
Reputasi Mnangagwa yang keras dan taktis dalam politik kemudian dijalankan. Janji-janji reformasi ekonomi dan demokrasi diumandangkan. Akibatnya, pada Agustus 2023, Mnangagwa kembali memimpin Zimbabwe melalui pesta demokrasi.
Ia berhasil memperoleh sekitar 52,6 persen suara pada saat itu. Meskipun kemudian, banyak dihimpit tuduhan kecurangan, represi terhadap oposisi, dan penggunaan kekuatan keamanan untuk membungkam protes serta media independen.
Lagi, siapa yang peduli tentang Zimbabwe? Ingin ikut gaya seperti Georges Danton yang menulis kalimat penyesalan di akhir hari pada 5 April 1794 itu?
Rasanya tidak punya keberanian. Apalagi, kemudian leher harus dipenggal dari tubuh dan mati muda seperti Danton. Tapi, bukankah Danton kemudian diingat sebagai tokoh Revolusi Prancis yang paling terkenal? Ia, seorang pemuda yang memimpin Dewan Eksekutif mengambil alih kekuasaan Raja Louis XVI.
Rasanya, tidak berniat melakukan hal seperti itu. Apalagi, kemudian muncul sedikit penyesalan Danton menjelang akhir hidupnya di dunia ini. "Ah, lebih baik menjadi seorang nelayan miskin daripada terlibat dalam pemerintahan manusia," tulis Danton menjelang kematian.
Atau sebaliknya, apa mau seperti Socrates? Seorang yang tahu bahwa ia tidak tahu. Yang setiap hari bangun pagi, lalu pergi ke pasar, bengkel atau palaestra hanya untuk memancing diskusi. Dan menantang konsep-konsep, lalu meminta definisi dan pemahaman umum. Setelah itu, dihancurkan habis-habisan berdasarkan kesimpulan yang tampak pasti.
Bukankah Sokrates dikenang karena sering bertanya dan segera setelah itu menanyakan kembali? Bahkan, Sokrates mengingatkan bahwa Ia hanya menyebarkan kebingungan yang ada dalam dirinya.
Ah, sudahlah. Ini hanya soal kotoran hewan dan Zimbabwe. Bukan soal Aku, Kau atau Sokrates sekalipun.
Redaksi
Tidak ada komentar