Beranda
airline industry
aviation
business
civil aviation
commerce
Avtur dan Perawatan Pesawat: Tantangan Besar Garuda Indonesia (GIAA) dan AirAsia (CMPP)
Redaksi
Mei 08, 2025

Avtur dan Perawatan Pesawat: Tantangan Besar Garuda Indonesia (GIAA) dan AirAsia (CMPP)

NOIS.CO.ID --, JAKARTA — Biaya bahan bakar Dan pemeliharaan pesawat tetap menjadi beban utama untuk kedua maskapai di PT tersebut. Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dan PT AirAsia PT Indonesia Tbk. (CMPP) mencatat pertambahan pada seluruh komponen biaya di semua segmennya sepanjang tahun 2024 sesuai dengan laporannya yang terakhir.

Misalkan Garuda, biaya pemeliharaan pesawat diketahui menyebabkan maskapai nasional ini menunda operasi sebanyak 15 pesawat, termasuk yang dimiliki oleh PT Citilink Indonesia. Menurut sumber dari Bloomberg, GIAA menghadapi tantangan dalam membayar tagihan untuk servis pesawat dan juga beberapa penyedia suku cadang yang telah meminta pembayaran di muka akibat ketakutan terkait kondisi finansial GIAA.

Berdasarkan informasi terkini dari Cirium, institusi pemantau flota penerbangan, Garuda mengendalikan 66 pesawat aktif serta mempunyai 14 pesawat yang sedang disimpan.

Biaya pemeliharaannya dianggap cukup mahal lantaran sebagian besar pesawat milik Garuda dipakai untuk rute penerbangan singkat. Ini pada gilirannya menciptakan beban biaya perjam terbang ataupun tiap kali lepas landing yang lebih berat akibat tingginya tingkat kerusakan.

Rencana pemeliharaan pesawat biasanya diatur berdasarkan jumlah kali takeoff dan landing, bukan tergantung pada lamanya waktu operasional.

Jika melirik laporan keuangan GIAA sepanjang 2024, segmen pemeliharaan dan avtur memang menjadi penyumbang beban usaha terbesar. GIAA membukukan beban usaha yang membengkak 18,31% menjadi US$3,10 miliar dari sebelumnya sebesar US$2,62 miliar. Beban terbesar disumbang oleh beban operasional penerbangan termasuk avtur sebesar US$1,66 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan 2023 sebesar US$2,37 miliar.

Kemudian beban usaha terbesar juga merupakan beban pemeliharaan dan perbaikan yaitu US$536,95 juta, naik dari 2023 yang sebesar US$3,86 juta.

Pendapatan GIAA meningkat menjadi US$3,41 miliar dari US$2,93 miliar pada periode serupa di tahun sebelumnya.

Akhirnya, Garuda Indonesia (GIAA) malah mengalami kerugian sebesar US$72,70 juta atau kira-kiraRp1,17 triliun (dengan kurs Rp16.154) sepanjang tahun 2024. Sementara itu, di tahun 2023, GIAA sukses mencatatkan keuntungan senilai US$250,64 juta.

Serupa demikian, AirAsia Indonesia (CMPP) pun menunjukkan kenaikan biaya operasional mencapai 17,53% menjadi kurang lebih Rp8,73 triliun pada seluruh tahun 2024 dari angka sebelumnya yang berjumlahRp7,43 triliun di tahun sebelumnya.

Beban usaha terbesar disumbang oleh bahan bakar yang mencapai Rp3,44 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp3,19 triliun. Segmen perbaikan dan pemeliharaan pesawat menempati urutan kedua sebagai penyumbang beban terbesar yaitu sekitar Rp1,65 triliun.

Beban usaha yang meningkat tersebut juga diikuti pertumbuhan pendapatan usaha sepanjang 2024. CMPP mencatat sekitar Rp7,94 triliun sebagai pendapatan, lebih tinggi 19,90% dibandingkan 2023 yang tercatat sebesar Rp6,62 triliun.

Walaupun disertai dengan pertambahan pendapatan, CMPP ternyata mencatatkan peningkatan kerugian tahun buku sebesar 41,25% menjadi Rp1,52 triliun dibandingkan periode sebelumnya yang hanya Rp1,08 triliun. Kerugiannya ini bisa ditujukkan kepada pemilik entitas utama.

Penulis blog

Tidak ada komentar