
NOIS.CO.ID --.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang menyelidiki kasus dugaan kerjasama tidak sehat terkait suku bunga dalam bisnis pinjaman online (pinjol). fintech peer to peer (P2P) lending.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengkritik tuduhan adanya praktik kartel terkait suku bunganya. fintech dapat berdampak terhadap industri fintech lending.
Ronald Andi Kasim, Sekretaris Jenderal AFPI, menyatakan bahwa salah satu konsekuensinya dapat berupa penurunan tingkat kepercayaan publik.
"Iya, hal tersebut pastinya akan mengurangi kepercayaan publik. Jika masyarakat ataupun pihak berkepentingan tidak mendapat informasi yang akurat. Setiap industri pun bisa bermasalah jika terdapat praktik kartel," ungkapnya ketika ditemui dalam sebuah konferensi pers di wilayah Jaksel, pada hari Kamis tanggal 14 Mei.
Maka dari itu, Ronald mengatakan pentingnya adanya pembaruan dan pemaparan detail tentang keadaan aktual. Melalui hal ini, publik dapat memahami bahwa apa yang berlangsung waktu itu bukanlah suatu kartel atau persepsi pengaturan harga.
"Lebih jauh lagi, jika kita dimintai pendapat oleh AFPI, tidak seorangpun yang setuju dengan pengaturan bunga tersebut. Ini sudah dijelaskan dapat merugikan untuk bisnis," ucapnya.
Ronald mengatakan bahwa pada waktu tersebut, otoritas berharap untuk menumpas pinjaman online yang tidak sah dan penyesuaian suku bunga dianggap sebagai salah satu jawaban atas masalah ini.
Sebaliknya, analis serta Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum Celios (Center for Economic and Law Studies), Nailul Huda menyatakan bahwa keberadaan kasus yang sedang berkembangkan tersebut dapat memengaruhi reputasi dan persepsi publik. borrower maupun lender terhadap industri fintech lending .Oleh karena itu, bisnis digital semacam tersebut, seperti fintech lending , termasuk bisnis kepercayaan.
Nailul mengatakan bahwa sebelumnya bunga tidak jatuh seperti yang terlihat saat ini. borrower akan mengira bahwa mereka sudah ditagih bunga yang sangat tinggi sebelumnya.
"Artinya, borrower Akan merasa bahwa seharusnya mereka dapat menekan suku bunga menjadi lebih rendah sebelumnya," katanya.
Selain itu, Nailul beranggapan kasus itu juga bisa berdampak kepada pihak lender. Dia bilang adanya penyesuaian bunga yang akhirnya menurun saat ini, menjadikan keuntungan yang didapat lender menjadi berkurang.
"Dengan muncul persepsi bahwa borrower seharusnya dapat bunga yang lebih rendah, maka lender Akan merasakan keuntungan yang semakin mengecil, tentunya mereka akan mempertimbangkan kembali untuk menginvestasikan dananya saat suku bunganya tak sekompetitif itu," jelas Nailul.
Berkenaan dengan peningkatan kasus dugaan kerja sama tidak sah dalam hal suku bunga pinjaman online, Ketua KPPU Fanshurullah Asa menyebut bahwa proses peradilan mendatang akan menjadi pertanda penting dari temuan adanya kemungkinan manipulasi tingkat bunga bersama oleh para pemain bisnis. fintech lending.
Fanshurullah menerangkan penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dia menyampaikan sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online atau fintech lending yang ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Fanshurullah mengatakan pihaknya menemukan bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8% setiap harinya, dihitung berdasarkan total pinjaman yang diterima peminjam, lalu angka ini dikurangi menjadi 0,4% per hari pada tahun 2021.
"Kita menemukan ada kesepakatan bersama tentang tingkat suku bunga antara para pemain bisnis yang berada di dalam asosiasi pada periode tahun 2020 sampai dengan 2023. Ini bisa menyempitkan area persaingan dan merugikan konsumen," jelas Fanshurullah melalui pernyataan resmi, Selasa (29/4).
Selama proses investigasi, Fanshurullah menjelaskan bahwa KPPU sudah menganalisis model bisnis, struktur pasarnya, serta hubungan antar pelaku dalam sektor fintech P2P lending. Menurutnya, kebanyakan perusahaan pinjol di Indonesia memakai sistem peer-to-peer (P2P) lending, yakni suatu metode yang menghubungkan langsung pemohon pinjam dengan lender lewat sebuah platfom daring.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, Fanshurullah menyebut KPPU melalui Rapat Komisi pada 25 April 2025 memutuskan untuk menaikkan kasus tersebut ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Dia bilang agenda sidang itu bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.
"Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan berdasarkan pelanggaran atau hingga 10% dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran," ujarnya.
Fanshurullah menyampaikan bahwa KPPU menekankan penanganan kasus kartel bunga pinjol merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital. Dia beranggapan industri fintech dinilai memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan, sehingga praktik-praktik anti persaingan harus dihentikan dan dicegah sejak dini karena berdampak luar biasa bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat kecil dan menengah.
Dari sisi konsumen, Fanshurullah menilai penegakan hukum terkait kasus tersebut menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital.
Tidak ada komentar