Beranda
NEWS
Kasus Penipuan Beras Menyeret PT Food Station Tjipinang Jaya, Dinas KPKP Tidak Ingin Terburu-buru Bertindak
Redaksi
Juli 15, 2025

Kasus Penipuan Beras Menyeret PT Food Station Tjipinang Jaya, Dinas KPKP Tidak Ingin Terburu-buru Bertindak

NOIS.CO.ID, JAKARTA -Phenomena pemalsuan bahan pangan kembali muncul, di mana makanan pokok masyarakat menjadi sasaran.

Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta sedikit terpukul.

Karena mereka tidak tahu bahwa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu PT Food Station Tjipinang Jaya, juga terlibat.

Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta Hasudungan mengatakan, pihaknya saat ini belum mampu bertindak konkret, karena tengah menunggu hasil pemeriksaan sampel.

Selain itu, pihaknya juga telah melakukan audit internal dan inspeksi langsung ke gudang beras milik Food Station di kawasan Cipinang, Jakarta Timur.

"Iya (melakukan audit internal dan inspeksi langsung ke gudang Food Station). Kami sedang menunggu hasil pemeriksaan sampel beras FS yang kami periksa di lab DKPKP," kata Hasudungan, Senin (14/7/2025).

Sehingga, dia masih menunggu hasil pemeriksaan sampel beras Food Station yang diperiksa melalui laboratorium milik Dinas KPKP.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa beras oplosan beredar bahkan sampai ke rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tetapi kualitas dan kuantitasnya menipu.

Ini menjadi kekhawatiran serius di sektor pangan nasional.

Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.

Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan 5 kilogram (kg), padahal isinya hanya 4,5 kg.

Lalu banyak di antaranya mengklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa.

Menteri Amran Sulaiman menegaskan, praktik penipuan semacam ini menimbulkan kerugian luar biasa hingga 99 triliun rupiah per tahun, atau hampir 100 triliun rupiah jika dipertahankan.

"Contoh ada volume yang menyebutkan 5 kilogram padahal hanya 4,5 kg. Lalu ada yang 86 persen mengatakan ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilogram bisa berbeda antara Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram," katanya dalam video yang dipublikasikan Kompas.com, dikutip Sabtu (12/7/2025).

"Ini jelas merugikan masyarakat Indonesia, sekitar 99 triliun rupiah, hampir 100 triliun rupiah kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun," katanya.

"Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, jika 10 tahun maka Rp 1.000 triliun, jika 5 tahun maka Rp 500 triliun, ini kerugian," tambahnya.

Pemerintah langsung menindaklanjuti isu tersebut dengan melaporkan kasus ke Kapolri dan Jaksa Agung, berharap proses penegakan hukum berjalan cepat dan memberi efek jera kepada para pelaku.

Saat ini, Satgas Pangan bersama aparat penegak hukum telah memanggil dan memeriksa para produsennya.

Penanganan Kasus Beras Oplosan Dalam menangani kasus ini, Kementan dan Satgas Pangan mengoordinasikan langkah-langkah serius.

Amran mengatakan bahwa temuan 212 produsen beras nakal itu telah diserahkan kepada Kapolri, Satgas Pangan dan Jaksa Agung untuk segera diproses secara hukum agar tidak merugikan masyarakat luas dan petani Indonesia.

Harapan mereka proses hukum terhadap pelanggaran tersebut berjalan cepat dan tegas, demi memberi efek jera kepada produsen beras nakal yang bermain di sektor pangan pokok nasional.

"Semoga ini segera diproses. Kami telah menerima laporan tanggal 10 (Juli) dua hari yang lalu, penyelidikan sudah dimulai, kami berharap ini ditangani dengan tegas," kata Amran.

Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen (Pol) Helfi Assegaf menegaskan bahwa pihaknya bertindak cepat dalam memeriksa perusahaan-perusahaan produsen beras tersebut.

"Benar, masih dalam proses pemeriksaan," kata Helfi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, baru ditemukan 26 merek beras yang diduga merupakan hasil praktik penipuan sebagaimana yang diungkapkan Menteri Amran.

Sebanyak 26 merek beras itu berasal dari empat perusahaan besar produsen beras, yaitu Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Satgas Pangan mengumpulkan sampel produk beras dari empat perusahaan di berbagai daerah dan menemukan bahwa produk mereka tidak sesuai dengan regulasi.

Grup Wilmar diperiksa terkait produk beras merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip, berdasarkan 10 sampel dari wilayah Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.

PT Food Station Tjipinang Jaya diminta keterangan terkait produk Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, dan Setra Pulen, dari total sembilan sampel yang berasal dari Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, dan Aceh.

Sementara itu, PT Belitang Panen Raya diperiksa terkait produk Raja Platinum dan Raja Ultima dari 7 sampel yang dikumpulkan di Sulsel, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.

Sementara PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) diperiksa terkait produk beras Ayana yang sampelnya berasal dari Yogyakarta dan Jabodetabek.

Baca berita NOIS.CO.ID lainnya diBerita Google

Ikuti saluran NOIS.CO.ID di WhatsApp:https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Penulis blog

Tidak ada komentar