
Saat matahari mengangkat sinarnya dari gelapnya malam, ada seseorang yang diam-diam takut membuka lembaran hari untuk mengejar mimpi. Ia sangat cemas, karena ketika dunia menghancurkan hatinya, tidak ada tempat baginya untuk pulang, tidak ada tempat baginya untuk sejenak diterima dan melepaskan keluh kesahnya. Padahal ia melihat di sekelilingnya begitu acuh; penuh perhatian dari orang-orang yang dicintainya. Lalu dirinya? Tidak ada satupun yang memberinya kekuatan untuk menjadi kuat, tidak ada satupun yang menjadi pendengar. Ia bawa luka-lukanya hingga dewasa, tanpa ia sadari hal itu menjadi bumerang yang bisa menghancurkan semuanya kapan saja jika tidak segera disembuhkan.
Setiap kali kenangan yang tidak pernah ingin ia ingat muncul dalam hatinya. Ia segera mengusirnya, mencari kesibukan untuk melupakan luka dan trauma yang terjadi. Mengenai kehancuran dirinya, mengenai mengapa orang yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi ancaman yang menimbulkan rasa takut yang tak terkendali. Ia berusaha menghindar, tersenyum seolah-olah "aku baik-baik saja, selalu. Jangan khawatirkan aku". Topengnya sangat menarik, hingga siapa pun yang melihatnya selalu terkesan. Padahal hatinya sedang gelisah, menahan air mata dan teriakan yang tak terkira. Namun, apa gunanya menyampaikannya jika dunia tetap bisu mendengarkan teriakannya. Luka-lukanya terbuka, tidak ada tempat untuk membersihkannya, apalagi mengobatinya. Selain dirinya sendiri, selain tekadnya untuk tidak mengulangi luka pada anak-anaknya nanti. Ia yang terluka, namun tidak bersuara menyuarakan sakit yang ia alami, sejak masih bayi, dalam pangkuan, hingga ia tumbuh dewasa dan menatap masa depan. Semuanya dibungkus rapi dengan alasan yang selalu ia pegang sejak dini; Mikul Dhuwur Mendem Jero.
Apakah ada yang sama mengenai luka masa lalu yang terus muncul hingga kini? Apakah sudah berdamai, atau justru takut untuk melangkah agar sembuh karena tak ingin mengingat betapa pahit dan getirnya masa lalu yang pernah menemani hari-hari yang seharusnya indah namun menakutkan jiwa. Hingga tanpa disadari, lambat laun menjadi gangguan pasca trauma / Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), yaitu gangguan kesehatan mental yang dapat terjadi setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis yang mengancam jiwa atau sangat menakutkan. PTSD dapat menyebabkan penderitanya mengalami gangguan pikiran, suasana hati, serta reaksi fisik dan emosional yang dapat berlangsung lama dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
PTSD disebabkan oleh berbagai hal, terutama peristiwa traumatis pada masa kanak-kanak seperti kekerasan fisik dalam rumah tangga, hal ini dapat meningkatkan risiko PTSD. Gejala PTSD meliputi berbagai hal, di antaranya:
Ingatan yang Mengganggu: Flashback, mimpi buruk, dan pikiran mengganggu terkait peristiwa traumatis. Penghindaran: menghindari ingatan, pikiran, perasaan, atau orang-orang yang mengingatkan pada peristiwa traumatis. Perubahan Kognitif dan Perasaan: Pikiran dan perasaan negatif tentang diri sendiri atau orang lain, kesulitan merasakan emosi positif, merasa terpisah dari orang lain. Perubahan Reaksi Fisik dan Emosional: Mudah terkejut, kewaspadaan berlebihan, gangguan tidur, mudah marah, dan perilaku berisiko.Berdasarkan beberapa gejala PTSD tersebut, umumnya dirasakan oleh orang yang memiliki trauma luar biasa terhadap orang-orang terdekatnya yang menjadi penyebab traumatisnya. Dibutuhkan konseling dan pemulihan secara rutin untuk menyembuhkan luka batin yang dimiliki. Selain itu, perkuat iman sebagai bekal perjalanan hidup agar lebih terarah oleh cahaya yang Tuhan berikan, sebagai petunjuk agar tidak memiliki dendam dan kesakitan untuk menorehkan luka yang sama pada orang lain, lebih-lebih luka pengasuhan bagi anak-anak kita kelak. Sembuhkan, pulihkan, dan maafkan dengan penuh kelapangan hati. Meski sulit, tidak ada yang tidak mungkin jika kita terus berusaha.
Tidak ada komentar