NOIS.CO.ID, JAKARTA -Video yang menampilkan anggota TNI dan polisi mendatangi sebuah rumah di Pondok Labu, Jakarta Selatan, untuk menurunkan bendera bajak laut One Piece menjadi viral di media sosial.
Peristiwa yang terjadi pada Selasa (5/8/2025) ini memicu perdebatan antara aparat dan penghuni rumah, seorang mahasiswa yang juga seorang pengemudi ojek online.
Pemuda tersebut mengaku memasang bendera itu sejak 1 Agustus sebagai bentuk ekspresi dan kritik terhadap ketidakadilan, bukan untuk merendahkan negara.

Ia membandingkan bendera One Piece, yang dalam cerita animenya melambangkan perlawanan terhadap penindasan, dengan kegelisahan yang ia rasakan dalam kehidupan sehari-harinya.
Namun, aparat menegaskan bahwa pengibaran bendera non-negara dilarang dan mengancam tindakan hukum, pendekatan yang disayangkan oleh pemuda tersebut karena dianggap represif dan minimnya ruang dialog.
Peristiwa itu diketahui terjadi di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2025), sekitar pukul 11.00 WIB.
Dalam tayangan yang viral itu terlihat dua pemuda yang sempat berdebat dengan aparat yang datang ke rumahnya.
Kepada Tribunnews, pemuda tersebut mengaku bendera One Piece sudah dipasang sejak 1 Agustus 2025, bersamaan dengan pengibaran bendera Merah Putih.
"Pemasangan mulai tanggal 1, pas pasang bendera merah putih. Itu juga berbeda tiangnya, dan bendera One Piece di bawah," kata pemuda yang juga seorang mahasiswa itu.
Ia menyebut pemasangan bendera tersebut bukan untuk menyinggung siapapun, melainkan bentuk ekspresi pribadi sebagai generasi muda yang mencintai budaya populer dan memiliki keresahan sosial.
Bahkan, dia mengakui pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 RI tahun lalu juga sudah mengibarkan bendera One Piece di rumahnya.
"Alasannya hanya untuk mengekspresikan jiwa kita. Saya anak muda, generasi Z, suka anime karena banyak membahas tentang ketidakadilan," katanya.
Mahasiswa yang juga bekerja sebagai pengemudi ojek online itu mengaku, ketertarikannya pada simbol anime bajak laut tersebut tidak tanpa makna.
Menurutnya, karakter-karakter dalam anime tersebut sering melawan penindasan, hal yang juga ia alami dalam kehidupan sehari-hari.
"Saya juga seorang mahasiswa dan pengemudi ojek online. Teman saya pernah mengalami kecelakaan, lalu ingin mengambil motor ke polisi malah diminta membayar. Padahal itu motor kami sendiri. Itu tidak adil," katanya.
Namun, bukannya mendapatkan ruang untuk berdialog, dirinya justru dikunjungi oleh tentara yang mengaku sebagai Babinsa dan anggota Polsek Cilandak yang menyebut pengibaran bendera non-negara dilarang.
Dalam video yang viral, terlihat juga seorang perempuan yang diduga berasal dari kelurahan Pondok Labu yang menyebut dirinya melanggar undang-undang dan menyatakan tindakan itu bisa dikenai pidana.
"Katanya ini (pemasangan bendera One Piece) merendahkan martabat negara. Tapi itu kan kalau konteksnya kalau kita menginjak, membakar, atau mencampur bendera negara," katanya.
Ia menyesali pendekatan aparat yang cenderung represif dan intimidatif, serta tidak membuka ruang diskusi yang adil.
Sekarang, ia mengakui bahwa dia tidak akan lagi memasang bendera tersebut karena khawatir menimbulkan masalah baru.
"Tidak ada lagi, mas. Kalau dipasang lagi, repot. Pasang (bendera) Attack on Titan (serial anime - merah) nanti, malah sasageyo lagi," canda dia.
Sebelumnya dilaporkan, dalam video yang viral tersebut, terlihat bendera One Piece berkibar tidak lebih tinggi dari bendera putih.
Seorang anggota TNI yang mengaku sebagai Babinsa dalam video tersebut terlihat menegur pemuda itu karena memasang bendera yang memiliki gambar simbol bajak laut dari serial anime populer tersebut.
"Jika yang ini sudah memiliki aturannya, bendera ini tidak boleh dipasang," kata aparat tersebut dengan nada tegas.
Namun seorang pemuda yang berada di lokasi menolak begitu saja perintah itu dan mempertanyakan dasar hukum pelarangan tersebut.
"Apa dasarnya, Pak, jika Bapak tahu?" kata pemuda yang tampak keberatan karena benderanya dicopot.
Alih-alih memberikan penjelasan hukum di tempat, aparat justru meminta warga datang ke kantor Koramil. Warga pun menilai pendekatan itu tidak transparan.
"Ya kan kita diskusi di sini, transparansi. Kalau nanti di Koramil ada apa-apa, memang Bapak bisa menjamin?" kata pemuda itu.
"Saya ini Babinsa-mu, saya ini keamananmu. Ini sudah ada perintahnya tahu? Ini tidak boleh. Jika kau tetap bersikeras, kita ke Koramil saja, kan bersebelahan itu dengan Polsek," jawab sang tentara.
Peristiwa ini memicu kritik publik di media sosial. Banyak netizen menilai tindakan aparat terkesan represif dan minim edukasi hukum.
"Selamat datang di pemerintah yang anti-kritik," tulis seorang pengguna TikTok pada video itu.
"Seberapa takutnya itu ke bendera kartun," tulis pengguna lainnya.(*).
Alfarizy Ajie Fadhilah/Tribunnews
Tidak ada komentar