Beranda
Industri Teknologi
sains
sejarah
teknologi
Mengenang sekaligus Menghadapi Generasi Muda melalui Karya Agung N250
Redaksi
Agustus 11, 2025

Mengenang sekaligus Menghadapi Generasi Muda melalui Karya Agung N250

NOIS.CO.ID.CO.ID, JAKARTA -- Setiap 10 Agustus, kita memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Ini mengingatkan kita pada 30 tahun yang lalu sebuah karya besar Pesawat N250 Gatotkaca, 1995. Di podcast Kiswah Soul Kajian, kami berkesempatan membuat episode kisah inspiratif bersama tiga insinyur Indonesia yang kini berkarya di Kanada.

Berkat dukungan Dr. Afen Sena, percakapan virtual kami membahas secara mendalam bagaimana proyek N250 pernah membuat bangsa ini berdiri tegak dengan penuh kebanggaan.

Ketiga insinyur yang merupakan murid-murid Presiden ketiga RI, B. J. Habibie adalah Sigit Afrianto, Spesialis Teknik Senior Pneumatik, Airbus A220, Kanada; Rangsang Wiwaswan, Spesialis Teknik Senior Propulsi, DND, Kanada; Endro Haryono, Pakar Teknis Senior, Insinyur Sistem Propulsi, Bombardier, Kanada.

Dalam suasana nostalgia dan optimisme, mereka menceritakan bagaimana N250 bukan sekadar produk teknologi, melainkan simbol harga diri bangsa yang dibangun dengan keringat dan semangat pantang menyerah.

Pak Rangsang memulai ceritanya dengan senyum khasnya. Lulusan Teknik Mesin ITB angkatan 1986 ini menceritakan bagaimana ia dan rekan-rekannya direkrut langsung oleh PTDI (saat itu masih bernama IPTN) setelah lulus.

"Kami seperti kanvas kosong yang siap diisi," kenangnya. Ia ditempatkan di divisi propulsi N250, yang menggunakan teknologi turboprop dengan sistem kontrol digital FADEC (Full Authority Digital Engine Control), sebuah terobosan di era 90-an.

Tidak jauh berbeda, Pak Sigit menceritakan pengalaman magangnya di Hamilton Standard, Amerika Serikat. "Pak Habibie memiliki visi yang jelas: teknologinya boleh dibeli, tetapi insinyur yang mengintegrasikannya harus orang Indonesia," katanya dengan mata bersinar. Ia bertanggung jawab mengembangkan sistem AC dan tekanan kabin, komponen penting yang menentukan keselamatan penerbangan.

Sementara Tuan Endro, yang pernah bekerja di General Electric, menekankan filosofi di balik proyek ini: "Tuan Habibie selalu berkata, menjual bahan mentah tidak ada artinya. Nilai tambah ada di bidang teknik."

Indonesia yang Menggemparkan Dunia

N250 bukanlah pesawat biasa. Pesawat ini dilengkapi teknologi fly-by-wire (sistem kontrol digital) dan glass cockpit (tampilan layar digital). Kedua fitur tersebut bahkan belum dimiliki pesawat sejenis seperti ATR72 atau Dash 8 pada masa itu. "Kami memiliki tiga saluran redundansi untuk memastikan keamanan maksimal," jelas Pak Rangsang dengan semangat.

 
Studi. - (Erdy Nasrul/NOIS.CO.ID)

Yang lebih membanggakan, penerbangan perdana N250 pada 10 Agustus 1995 menjadi satu-satunya uji terbang perdana pesawat sipil di dunia yang dihadiri langsung oleh kepala negara. "Bayangkan keberanian Pak Habibie mengundang Presiden Soeharto. Itu bukti keyakinan kita pada produk sendiri," tambah Pak Sigit.

Namun, kisah heroik ini harus terhenti di tengah jalan. Krisis moneter 1998 memaksa proyek ini dihentikan meskipun telah mencapai 800 jam uji terbang dari target 1.400 jam. "Kami seperti pelari yang sudah melihat garis finish, tiba-tiba dipaksa berhenti," keluh Pak Endro dengan nada sedih.

Pesawat N250 yang dikembangkan sejak 1986 pernah menjadi kebanggaan nasional setelah tampil di Paris Air Show 1997. Pada tahun 1998, Indonesia menerima syarat IMF untuk menghentikan pengembangan pesawat sipil. Dua prototipe pesawat kemudian terbengkalai di gudang PTDI selama 25 tahun sebelum rencana pemindahan ke Museum Pusat Dirgantara Mandala Yogyakarta.

Meskipun pernah dianggap sebagai ancaman bagi industri penerbangan global, warisan BJ Habibie ini tetap menjadi simbol kemandirian teknologi Indonesia, dengan upaya pengembangan lanjutan oleh generasi berikutnya meskipun membutuhkan modernisasi sistem secara menyeluruh.

 

Harapan di Bahu Generasi Muda

Dari balik layar di Kanada, ketiga insinyur ini berbagi refleksi. Pak Rangsang menceritakan betapa ia harus menyaksikan PTDI yang pernah memiliki 15.000 karyawan menyusut drastis menjadi hanya 3.500 orang. "Saya bertahan sampai 2009, menjadi saksi bisu yang memilukan," kenangnya.

Namun, mereka sepakat bahwa kegagalan N250 bukan akhir dari segalanya. "Lihatlah Iran yang justru berkembang pesat di bawah sanksi," kata Tuan Rangsang. Tuan Sigit menambahkan: "Kita memiliki semua bahan baku. Tinggal keinginan politik dan konsistensi."

Di tengah diskusi, muncul pertanyaan penting: Bagaimana membangkitkan kembali semangat teknologi di kalangan generasi muda?

Pak Sigit dan Pak Endro menekankan pentingnya mereformasi sistem pendidikan. "Anak-anak jangan hanya diberi matematika. Biarkan mereka bermain untuk mengembangkan kreativitas," katanya. Pak Rangsang mengusulkan kolaborasi yang unik: "Bayangkan jika pesantren mengajarkan robotika dasar. Gabungan ilmu agama dan teknologi akan sangat luar biasa!"

N219 dan Masa Depan Industri Penerbangan

Meski N250 sudah menjadi sejarah, harapan belum padam. PTDI masih memiliki N219 - pesawat 19 penumpang yang sudah tersertifikasi. "Ini bisa menjadi batu loncatan," kata Pak Endro. Pak Sigit menambahkan: "Pemerintah harus menjadi early adopter. Beli dulu 50 unit untuk operasional daerah terpencil."

 

Mereka juga menyoroti potensi besar di sektor drone. "PTDI telah mengembangkan drone Male yang dapat digunakan untuk patroli maritim," jelas Pak Rangsang.

Di akhir acara sebagai penutup kutipan, Pak Endro menegaskan, "Jangan hanya menjadi bangsa pedagang, tetapi jadilah bangsa pencipta teknologi." Pak Rangsang menambahkan, "Kita punya SDM, SDA, dan pasar. Tinggal kemauan untuk bersatu dan fokus."

Sementara Pak Sigit mengingatkan, "Teknologi bukan hanya soal kebanggaan, tapi kedaulatan. N250 telah membuktikan kita mampu. Sekarang giliran generasi muda melanjutkannya."

Diskusi ini ditutup dengan harapan baru. Kisah N250 mungkin telah berlalu, tetapi semangatnya tetap hidup. Seperti kata BJ Habibie yang dikutip di akhir acara, "Keberhasilan bukan milik orang pintar, tapi mereka yang mau berusaha." Dan usaha itu, kini berada di tangan generasi muda Indonesia.

*Narasi dalam Bahasa Indonesia, penulis, dan lulusan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis blog

Tidak ada komentar