Beranda
children
children and families
family relationships and dynamics
parenting
psychology
7 Tingkah Laku Ortu yang Nggak Menghargai Anak, Katanya Psikolog
Redaksi
Mei 14, 2025

7 Tingkah Laku Ortu yang Nggak Menghargai Anak, Katanya Psikolog

NOIS.CO.ID -- Merupakan suatu beban yang cukup berat untuk menjadiorangtua. Setiap perbuatan serta kata-kata dapat memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan aspek emosional dan karakter si anak.

Dalam upaya mendidik anak, beberapa orangtua tanpa disadari melaksanakan tindakan-tindakan yang malah merusak penghormatan si anak kepada mereka. Kondisi tersebut mungkin bermula dari motif positif namun metode pelaksanaannya kurang tepat.

Psikologi mengungkapkan bahwa berbagai kebiasaan orangtua seringkali dapat membangun dinding emosi antara mereka dan anak-anak mereka. Hal ini pada akhirnya membuat anak berkembang tanpa rasa hormat yang tulus terhadap kedua orangtuanya.

Sangat penting untuk menyadari bahwa menciptakan rasa penghargaan merupakan suatu proses yang melibatkan kedua pihak. Anak harus merasa didengar dan dihormati supaya dapat belajar menghargai orang lain, seperti juga orangtuanya mereka.

Menurut laporan dari Geediting pada hari Senin (12/5), berikut adalah tujuh kebiasaan orangtua yang umumnya tidak disadarinya namun memiliki dampak signifikan terhadap penghargaan si anak.

1. Terlalu Sering Mengendalikan dan Sikap Kekautan

Menyelaraskan serta mendidik buah hati merupakan kewajiban bagi para orangtua. Akan tetapi, apabila pemantauan berkembang menjadi kontrol ekstrem, dapat menimbulkan stres.

Gaya parenting yang otoriter, di mana anak diminta untuk selalu taat tanpa adanya kesempatan untuk berkonsultasi atau bernegosiasi, dapat memicu pemberontakan dalam diri mereka secara emosi. Meskipun terlihat tunduk, hal ini tidak disebabkan oleh rasa menghormati, namun lebih kepada ketakutan akan konsekuensinya.

Psikolog terkenal global Dr. Shefali Tsabary mengutamakan pembentukan ikatan berdasarkan kesalingpengertian daripada penguasaan. Buah hati yang dihargai dan dipahami akan berkembang dengan sikap penghargaan yang alami.

2. Meniadakan Pertimbangan dan Pandangan Si Kecil

Ketika anak menghadapi perasaan negatif seperti kesedihan, frustrasi, atau kemarahan, terkadang orang tua mungkin memandangnya sebagai sesuatu yang remeh. Komentar semacam "itulah masalah kecil" atau "jangan berlebihan" dapat membuat si anak merasa diabaikan.

Menjaga ketidakpedulian terhadap perasaan anak bukan saja menyebabkan mereka menjadi lebih tertutup, namun juga memicu rasa tidak dihormati. Buah hati yang kerapkali ditangani demikian umumnya akan mengalami kesulitan dalam hal pengaturan emosi dan akhirnya mulai menjauhi orang tua secara psikis.

Menyegani pandangan dan emosi sang anak merupakan sebuah ungkapan penghargaan yang konkret. Saat buah hati Anda melihat bahwa mereka diakui, keyakinan serta respek kepada orangtua juga berkembang.

3. Tak Sama Rata Dalam Tata Basa Dan Budi

Apabila peraturan di dalam keluarga sering kali diganti-ganti atau tidak dipaksakan dengan konsisten, hal ini dapat membuat anak menjadi kebingungan serta kurang yakin tentang kedaulatan orang tuanya. Hal tersebut mungkin mengurangi keyakinan mereka pada janji yang dibuat oleh orang tua untuk mendampingi pertumbuhan mereka.

Ketidakkonsistenan juga dapat diartikan oleh anak sebagai indikasi bahwa orang tua kurang serius atau tidak stabil. Ini memberi dampak terhadap perasaan aman anak saat mengarungi hari-hari mereka.

Menerapkan peraturan secara konsisten menghasilkan kerangka yang membuat anak merasa aman. Hal ini memungkinkan si kecil untuk belajar tentang pembatasan sekaligus masih menghargai kedua orang tuanya.

4. Tidak Menunjukkan Perilaku Menghormati

Anak-anak mengikuti tindakan yang mereka amati. Apabila orangtua kerap bertingkah kejam, memandang rendah terhadap oranglain, atau berperilaku tak bermanners, maka si anak dapat menyerap tingkahlaku sejenis tersebut.

Respek bukan hanya ditujukan pada anak-anak, namun juga terhadap pasangan, orangtua, tetangga, bahkan sampai petugas layanan umum. Anak-anak cenderung meniru perilaku ini ketika mereka menyaksikan kedua orangtuanya memberi respek.

Menjadi panutan yang baik adalah metode terbaik untuk mengembangkan penghargaan. Perilaku konkret memiliki dampak jauh lebih besar dibanding saran tanpa tindakan pendukungnya.

5. Terlalu Sering Menyalahkan serta Berfokus pada Kekurangan

Menyampaikan pendapat pada anak merupakan elemen krusial dalam pembelajaran mereka. Akan tetapi, bila fokusnya cuma tertuju pada kekeliruan sementara upaya si anak diabaikan, hal itu dapat membuat mereka merasa kurang mampu.

Komentar negatif berkelanjutan, walaupun bertujuan baik, dapat melemahkan rasa percaya diri seorang anak. Anak tersebut mungkin merasa bahwa segala usaha mereka selalu kurang memadai.

Memberikan penghargaan untuk upaya serta perkembangan, berapapun kecilnya, dapat membentuk lingkungan yang lebih optimis. Anak juga akan merasa dihargai dan mulai menjunjung tinggi orangtua yang paham dengan jerih payah mereka.

6. memberikan pujian atau hadiah secara berlebih-lebihan

Memberikan pujian serta memberi hadiah dapat mendorong semangat anak. Akan tetapi, apabila ini terlalu sering dilakukan untuk perkara sepele atau tanggung jawab fundamental, justru bisa menjadikannya individu yang bergantung diri dan mengharapkan imbalan di setiap saat.

Psikolog Alfie Kohn menggarisbawahi pentingnya memberikan pujian dengan hati-hati, bukannya sembarangan. Perhatiannya harus tertuju pada upaya dan proses daripada sekadar fokus pada akhiran saja.

Anak-anak yang sering diberi puji tanpa adanya kerja keras cenderung mengalami kesulitan dalam menerima kritikan. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya rasa penghormatan mereka pada orangtua saat tidak lagi memperoleh pujian seperti sebelumnya.

7. Tidak Menyadari Kesalahannya Sendiri

Tidak ada orangtua yang ideal. Meski begitu, beberapa dari mereka ragu untuk mengakuinya ketika melakukan kesalahan demi menjaga martabat di depan anak-anaknya.

Sebenarnya, mengakuinya kesalahan malah mencerminkan kematangan serta ketulusan hati. Dengan begitu anak dapat menyadari bahwa melakukan kesilapan adalah hal yang biasa, terpenting mereka memiliki niat untuk berkembang menjadi lebih baik lagi.

Dengan mengakui ketidaksempurnaan diri, orang tua memberikan contoh bahwa mereka juga insan yang selalu dalam proses pembelajaran. Ini justru akan memperkokoh rasa penghormatan dari anak-anak mereka.

Menjalin ikatan positif di antara orangtua dan anak memerlukan waktu serta pemahaman yang mendalam. Tak ada pendekatan pengasuhan yang ideal, namun selalu ada peluang untuk berkarya dan mengoreksi diri.

Tiap pergerakan sederhana untuk memahami buah hati serta menyikapi mereka dengan penghargaan akan membentuk hubungan yang kokoh dan penuh apresiasi. Perkawinan yang berlandaskan pada sikap saling hargai bakal berkembang menjadi sesuatu yang lebih sehat dan damai.

Dengan mengidentifikasi ketujuh kebiasaan tersebut, semoga para orangtua dapat menjadi lebih sadar diri dan menciptakan ikatan yang lebih dalam dengan anak-anaknya.

Penulis blog

Tidak ada komentar