
nois.co.id -- , Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali mengeluarkan rencana kebijakan yang mendapat sorotan publik. Kali ini mantan Bupati Purwakarta tersebut bakal menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos. Sontak, usulan tersebut menuai kritik dari berbagai pihak.
Kepala Rujak Center for Urban Studies
Menurut Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, ide tentang persyaratan melakukan vasektomi atau kontrasepsi laki-laki menjadi bagian dari kriteria untuk diterimanya seseorang telah diajukan. bansos Merupakan bentuk diskriminasi terhadap komunitas yang kurang mampu.
Elisa menganggap vasektomi sebagai metode kontrasepsi yang tepat. Akan tetapi, hal ini bisa diartikan diskriminatif jika orang miskin ditekankan untuk mendukung ide tersebut. "Hal yang beresiko adalah bila penggunaan alat kontrasepsi, baik bagi wanita maupun pria, ditentukan oleh mereka yang menerima bantuan sosial. Ini sudah bersifat diskriminasi," katanya seperti dilansir Tempo pada hari Kamis, 1 Mei 2025.
Elisa menegaskan bahwa supaya pembahasan tentang vasektomi tidak menjadi diskriminasi, sebaiknya dijauhkan dari persyaratan pemberian bantuan sosial. Dia menjelaskan bahwa metode efektif dalam pengurangan kemiskinan ialah dengan memberikan akses ke pendidikan, khususnya bagi kaum wanita.
Menjawab argumen Dedi tentang mengendalikan laju kelahiran, Elisa merespons dengan menyatakan pendapatnya sebagai sesuatu yang tak beralasan. Menurut dia, fakta-fakta di medan penelitian menunjukkan adanya tren penurunan tingkat kelahiran selama bertahun-tahun belakangan ini. "Angka kelahirannya telah anjlok secara signifikan sepanjang 50 tahun terakhir, yaitu dari kisaran 5,61 menjadi 2,18 atau lebih rendah," ungkapnya.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menggarisbawahi bahwa pemerintah daerah tidak dibenarkan dalam menyusun peraturan mandiri tentang kriteria bagi distribusi bantuan sosial (bansos) kepada warga. "Tidak ada ketentuannya. Tidak seharusnya mereka menciptakan regulasi tersendiri," ujarnya setelah bertemu dengan media di area gedung parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Sabtu, 3 Mei 2025.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM)
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro mengemukakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri adalah bagian dari hak asasi manusia. "Ini masalah privasi," kata Atnike seusai acara di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Jumat, 2 Mei 2025. Menurut dia, hukuman fisik semacam itu bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam pembahasan tentang hak asasi manusia.
Atnike menyatakan bahwa pertukaran vasektomi dengan dukungan sosial telah menyalahi hak asasi manusia. "Lebih-lebih jika dikaitkan dengan pertukaran tersebut dengan dukungan sosial. Ini masalah kedaulatan atas tubuh," jelasnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Propinsi Jawa Barat
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Jawa Barat mengklaim bahwa prosedur vasektomi dilarang karena dianggap sebagai metode kemandulan yang bersifat tetap. "Perbuatan tersebut tidak dapat dilakukan jika melanggar aturan agama; secara mendasar, vasektomi ini terlarang berdasarkan keputusan Ijtima Ulama dari Komisi Fatwa seluruh Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 2012," jelas Ketua MUI Jawa Barat KH Rahmat Syafei pada hari Kamis, tanggal 1 Mei 2025.
Vasektomi menjadi mungkin ketika ada kondisi-kondisi tertentu, seperti untuk menghindari risiko kesehatan yang serius dan tidak menyebabkan kemandulan permanen. “Boleh dilakukan kalau tujuannya tidak menyalahi syariat seperti kesehatan, tidak menyebabkan kemandulan permanen, ada jaminan fungsi reproduksi seperti semula apabila diinginkan, tidak menimbulkan bahaya atau mudharat pada yang bersangkutan,” ujarnya.
Rahmat sendiri berpendapat bahwa vasektomi sebagai syarat penerimaan bansos sah-sah saja asalkan sudah memenuhi alasan untuk diperbolehkan. “Kalau untuk insentif tidak apa-apa, tapi yang penting tadi vasektominya (ada) kedudukan persyaratan untuk dibolehkan, itu yang harus disesuaikan,” tutur Rahmat.
Daniel Ahmad Fajri, Sapto Yunus, dan Dian Rahma Fika menulis artikel ini.
Tidak ada komentar