NOIS.CO.ID -- - Cerita tentang Dewi Agustiningsih, seorang alumni UGM dengan gelar master tercepatnya, sungguh memberikan inspirasi yang besar.
Pertempurannya untuk mencapai keberhasilan seharusnya menjadi teladan bagi pemuda-pemudi.
Tidak heran Bupati Banyuwangi, Ipuk Festiandhani sangat bersyukur atas pencapaian Dewi.
Pada acara Halal bihalal yang diadakan oleh Ikawangi Bandung, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani bertemu dengan Dewi Agustiningsih pada hari Minggu, 4 Mei 2025.
Seorang perempuan dari Tukang Kayu, Banyuwangi adalah doktor paling muda dan tersingkat keluarannya dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kini dia berkarir sebagai dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Prestasi yang diraih oleh Dewi Agustiningsih itu menyita perhatian banyak orang dan menimbulkan rasa kagum. Tidak heran jika Ipuk kemudian meminta agar dia dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada pemuda-pemudi lainnya di Banyuwangi.
"Harapannya adalah suatu saat nanti Dewi dapat menceritakan kisah-kisohnya, menyampaikan semangat, serta membagikan pengalaman-pengalamannya kepada anak-anak di Banyuwangi yang lain," jelas Ipuk.
Dewi adalah putri bungsu dari pasangan Suyanto dan Surahma yang mencapai kesuksesannya melalui berbagai usaha keras.
Sejak bersekolah di jenjang menengah pertama di SMPN 1 Banyuwangi, Dewi perlu menghadapi keadaan tersebut.
Sopir honorer di Perhutani, ayahnya, dipaksa pensiun lantaran mencapai batas umur.
“Sejak saat itu, saya harus masuk pararel (rangking tiga tertinggi), agar dapat beasiswa untuk meringankan biaya pendidikan saya,” ungkap perempuan kelahiran 27 Agustus 1998 itu.
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya di SMAN 1 Glagah dengan semangat yang sama. Hingga akhirnya bisa diterima di UGM pada 2016 dengan program beasiswa juga.
“Alhamdulillah, S1 sampai S3 saya di UGM semua lewat beasiswa,” ungkapnya.
Doktor di bidang kimia tersebut memang memiliki cita-cita yang kuat.
Dengan tekad serta doa dari kedua orangtuanya, dia akhirnya mewujudkan pencapaian yang selalu diinginkan.
Dia menyelesaikan program doktoral dalam waktu 2 tahun 6 bulan 13 hari, sementara rata-rata dibutuhkan sekitar 4 tahun 7 bulan.
Umurnya yang baru menginjak 26 tahun pun masih termasuk muda dibandingkan dengan rata-rata penerima gelar doktor yang mencapai usia 42 tahun 6 bulan 16 hari.
"Jangan sekali-kali meremehkan imajinasi Anda. Selama kita memiliki keinginan tulus serta didoakan oleh orang tua, segala sesuatu di dunia ini dapat kami taklukkan," katanya.
Selain itu, alumnus SDN 1 Kepatihan ini pun secara langsung diterima sebagai dosen di ITB.
'Beberapa waktu sebelum wisuda, dia telah diterima menjadi dosen di ITB. Dia menghadiri sidang terbuka pada bulan Oktober dan mendapat konfirmasi bahwa dirinya akan diterima sebagai dosen pada bulan November,' jelasnya.
Usaha yang dilakukan Dewi Agustiningsih itu, menurut Ipuk, dapat dicapai juga oleh pemuda lainnya. Terdapat berbagai peluang yang tersedia untuk diambil.
“Kami menyiapkan Program Banyuwangi Cerdas bagi anak-anak muda Banyuwangi yang berasal dari keluarga pra-sejahtera agar bisa kuliah,” terang Ipuk.
Program Banyuwangi Cerdas sendiri telah bergulir sejak 2011. Ada 3.900 lebih anak muda Banyuwangi yang telah menyelesaikan kuliahnya dengan beasiswa dari Pemkab Banyuwangi itu.
Tak sedikit dari lulusannya pun menjadi anak-anak hebat yang menjadi harapan keluarga.
Sosok Dewi Agustiningsih
Dewi merupakan lulusan program Sarjana dari Departemen Kimia Universitas Gadjah Mada di tahun 2020.
Setelah itu, dia menuntaskan pendidikan master dan doctoral di institusi yang sama pada tahun 2022 dan 2025.
Meskipun bukan berasal dari latar belakang keluarga yang berada, Dewi mengawali impian besaranya ketika ia menerima beasiswa Bidikmisi di tahun 2016.
Dia mengatakan bahwa ketika sedang menempuh pendidikan Sarjana, dia menerima tunjangan sebesarRp 600.000 setiap bulannya yang harus dikelola dengan baik untuk biaya penginapan, makan, serta keperluan kuliahnya.
Akan tetapi, Dewi masih saja tak kenal lelah. Di tempat itu, dia mengambil pelajaran yang sangat berharga tentang bagaimana mandiri sehingga dapat bertahan hingga mencapai pendidikan pascasarjana.
Setelah lulus sarjana pada tahun 2020, Dewi kembali menerima beasiswa Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
Program ini memberikan percepatan bagi sarjana unggulan untuk menempuh S2 dan S3 sekaligus.
“Awalnya, saya tidak menyangka bisa sampai di jenjang doktoral. Tapi setelah menyelesaikan S1, saya mendapatkan kesempatan mengikuti seleksi program PMDSU, dan bersyukur diterima,” ujar Dewi, Jumat (25/4/2025) dilansir UGM.
Bagian tersulit dari melanjutkan studi sampai menyelesaikan program Doktor adalah masalah keterbatasan keuangan.
"Alasan motivasiku sangat mudah, aku hanya ingin menunjukkan bahwa kondisi finansial di masa lalu tidak boleh menghalangi imajinasi tentang apa yang bisa dicapai," kata Dewi.
Saat menjalani program Doktor, disertasinya fokus pada pembuatan dan peningkatan bahan katalis yang bersumber dari material anorganik, terutama untuk digunakan dalam proses reaksi kimia organik semacam reaksi cross-coupling.
Pada studinya tersebut, Dewi mengubah bahan yang berdasarkan silika dan titania menggunakan senyawa organosilan serta logam transisi guna meningkatkan efektivitas dan ketahanannya sebagai katalis tidak homogen.
"Tujuan utamanya adalah menciptakan bahan yang dapat dimanfaatkan dalam proses sintesis senyawa-senyawa vital, tetapi menggunakan teknik yang lebih berkelanjutan dan efisien," jelasnya.
Sebagai seorang dosen, Dewi masih akan meneruskan penelitiannya untuk merealisasikan tri dharma pendidikan tersebut.
Dia bertujuan untuk menciptakan bahan katalis yang tak hanya efektif, tetapi juga tahan lama di beragam situasi reaksi.
Di samping itu, dia berminat mengeksplorasi kerjasama antar bidang studi, seperti menggabungkan ilmu kimia bahan dengan teknik lingkungan ataupun Farmasi, agar bisa diterapkan dalam berbagai keperluan lainnya.
Di masa mendatang, Dewi berencana untuk melanjutkan pengembangan penelitian, terutama di sektor katalis dan kimia bahan.
"Saya berkeinginan untuk dapat menginspirasi para mahasiswa dengan latar belakang biasa seperti milikku, bahwa tak peduli seberapa tingginya impian kita, selama memiliki kehendak dan gairah belajar yang teguh," tutup Dewi. (Aflahul Abidin/Putra Dewangga/NOIS.CO.ID --)
>>>Perbarui berita terbaru di Googlenews NOIS.CO.ID --
Redaksi
Tidak ada komentar