
JAKARTA, NOIS.CO.ID -- - Serangan pasukan Israel ke Jenin di Wilayah Tepi Barat, Palestina, membangkitkan dorongan jurnalismen Shireen Abu Akleh untuk menutup berita tentang insiden itu.
Sama seperti kejadian sebelumnya, invasi pasukan Israel senantiasa mengakibatkan adanya korban jiwa. Shireen yang merupakan karyawan dari stasiun televisi Al Jazeera berada di lokasi tersebut bersama perlengkapan penuh termasuk vest bernoda “Jurnalis” serta helm baja yang umum dipergunakan oleh reporter dalam zona konflik.
Akan tetapi, pasukan Israel sepertinya tidak perduli. Serbuan brutal tersebut mengakibatkan kematian wanita berumur 51 tahun pada hari Rabu, tanggal 11 Mei 2022 lalu.
Al Jazeera, saluran media di mana Abu Akleh berada, secara tegas menyuarakan kecamannya terhadap Israel karena "pembunuhan dengan sengaja" yang menyalahi "peraturan dan standar global".
Mereka mengatakan bahwa tindakan Israel disebut sebagai "kriminal brutal, bertujuan untuk mencegah media menyebar luaskan pesannya."
Informasi tersebut tersebar dengan sangat cepat. Pemerintah Indonesia bahkan telah tegas mengutuki serangan tembak yang dialami oleh Abu Akleh saat menjalankan kewajibannya. Selain itu, mereka juga menuntut agar dilakukan penyelidikan secepat mungkin guna melakukan investigasi komprehensif tentang kejadian tragis meninggalnya Abu Akleh.
Indonesia dengan tegas menyuarakan penolakannya atas pembunuhan wartawan Al Jazeera bernama Shiren Abu Akleh di Tepi Barat, seperti dikatakan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Teuche Faizasyah, saat berada di Jakarta pada hari Kamis, tanggal 12 Mei 2022.
Israel seperti sedia kala menyangkal tanggung jawabnya. Akan tetapi, tekanan dari masyarakat internasional menjadikan mereka tidak bisa berbuat banyak.
Empat bulan setelah itu, tepat di bulan September 2022, angkatan bersenjata Israel merilis temuan investigasi mereka tentang kematian Shireen. Akan tetapi, pengumuman tersebut tidak disertai dengan permintaan maaf dari pihak militer Israel.
Mereka hanya mengatakan bahwa "mungkin seorang tentara Israel dengan sengaja salah menembaknya selama serangan di Tepi Barat."
Melalui pernyataan tersebut, Israel sudah menegaskan bahwa pihak mereka lah yang melakukan serangan tembakan. Walau begitu, mereka menyampaikan tak ada yang akan diproses hukumnya terkait insiden penembakan itu.
Pejabat Palestina serta keluarga Abu Akleh sama-sama mendakwa bahwa pasukan Israel berusaha mengelakkan kewajiban atas tindakan pembunuhan itu.
"Keluarga kita tidak kaget dengan hasil tersebut sebab siapa saja bisa melihat bahwa para pelaku peperangan Israel tak mungkin menginvestigasi kesalahan mereka sendiri. Akan tetapi, kami masih merasakan luka mendalam, frustasi serta kecewa," ungkap keluarga Abu Akleh dalam suatu pernyataan seperti dilansir. The Associated Press .
Banyak kritikus sudah lama mengkritik militernya Israel karena dianggap tidak efektif dalam menyelidiki pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.
Israel-based organisasi hak asasi manusia, B'Tselem, mengkritik bahwa angkatan bersenjata Israel telah "mencucir tangannya" dari insiden tersebut. Di sisi lain, keluarga Abu Akleh serta otoritas Palestina secara bersama-sama meminta agar kasus ini diteruskan kepada Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) yang berlokasi di Den Haag.
Famili Shireen Abu Akleh serta jaringan Al Jazeera menduga Israel dengan sengaja menghabisi nyawa wartawannya itu. Penyelidik juga menyatakan pasukan Israel mungkin besar kemungkinannya telah melepaskan tembakan yang mematikan.
Abu Akleh hanyalah salah satu dari banyak korban kebrutalan Israel. Sejak serangan pada tanggal 7 Oktober 2023, pihak Israel diketahui telah mengambil nyawa setidaknya 209 jurnalis di Jalur Gaza berdasarkan laporan organisasi Serikat Jurnalist Palestina.
Tak dapat disangkal, Israel merupakan entitas yang telah menewaskan banyak jurnalis.
Tidak ada komentar