Beranda
music and lyrics
NEWS
politics
theatre
women
Monolog Paramita: Nadi Perlawanan Nyai Ontosoroh dalam Era Modern
Redaksi
Mei 04, 2025

Monolog Paramita: Nadi Perlawanan Nyai Ontosoroh dalam Era Modern

jateng.nois.co.id -- , SEMARANG - Tiga pria dalam grup klub malam bergoyang sambil merasakan hiburan wine . Lampu berkedap-kedip diiringi musik keras melarutkan mereka dalam keasyikan.

Ketertarikan timbul saat seorang wanita mendekati mereka. Dampingan efek yang memuaskan bergantian dengan cara yang hampir tidak bisa dikendalikan dalam suasana kota yang ramai.

Itulah cuplikan pembuka dari pertunjukkan monolog berjudul Paramita yang diproduksi oleh HAE Teater di Gedung Serbaguna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, pada hari Rabu (30/4) malam.

Naskah buatan Anton Sudibyo tersebut dipilih sebagai tanda menghargai seratus tahun sang penulis. Pramoedya Ananta Toer .

Indah Sri Nofitasari memerankannya sebagai Paramita dengan disutradarai oleh Nila Dianti tersebut menceritakan tentang kisah Nyai Ontosoroh Di Bumi Manusia hingga era modern.

Denyut perlawanan seorang perempuan Pemuda yang ditransaksikan oleh sang bapak akhirnya menjadi istri gelondongan tanpa pengakuan hukum, sehingga anaknya dicabut hak asuhnya dan usahanya dilenyapkan.

"Yang perlu kuberantas saat ini bukan hanya sekedar seorang pria atau rumah besar, melainkan seluruh dunia beserta setiap individunya," demikian ungkap si aktris tersebut.

Pementasan ini terbilang interaktif ketika kilas balik masa kecil Paramita yang selalu ceria bersama teman-temannya.

Aktris turut mengajak ratusan penonton larut dalam cerita yang dipentaskan dengan menyanyikan lagu berjudul Kalau Kau Suka Hati.

"Jika Ontosoroh kalah meski telah melawan sehormat-hormatnya, Paramita tak mau menyerah begitu saja. Sendirian dia membangun bisnisnya kembali, berjuang demi mencapai kesuksesan dan kesempurnaan yang diidamkannya," ujar Nila Dianti.

Sementara itu, Anton Sudibyo mengatakan Ontosoroh diceritakan hidup di masa kolonial Belanda . Namun, kisahnya masih ditemukan pada banyak perempuan Indonesia di masa sekarang.

"Perempuan dijual jadi pekerja malam atau istri kontrak kan banyak, kalau kita hormat pada Ontosoroh, kenapa kita tidak bisa menghormati para perempuan hebat di luar sana dengan segala kisah perjuangan dan pengorbanannya," katanya.

Pertunjukan kurang dari 60 menit itu merupakan pertunjukan produksi ke-8 Himpunan Alumni Emka sejak berdiri 2019.

Pentas monolog ini pun melibatkan tiga aktor yang menjadi pembuka pertunjukan. Mereka ialah Syarif Ubaidillah, Ponco Adi Nugroho dan Mahran Nazih.

Produksi kelompok teater jebolan Undip ini juga menggandeng Aristya Kusuma Verdana sang musisi ambient yang menata musik dengan memanfaatkan AI atau kecerdasan buatan. (wsn/jpnn)

Penulis blog

Tidak ada komentar