
NOIS.CO.ID -- - Di belakang kecerahan media sosial yang memperlihatkan perjalanan wisata mewah, kendaraan baru, sampai hidangan di restauran bermutu tinggi, banyak individu dari golongan menengah yang merasa ditekan untuk tampak sejalan.
Pendorong tersebut tidak hanya berasal dari keperluan, tetapi juga disebabkan oleh tekanan sosial serta hasrat untuk dilihat sebagai orang 'bertingkat'.
Seringkali, untuk menjaga imej seolah-olah berhasil dan stabil, tidak sedikit dari kalangan keluarga berpenghasilan menengah sengaja membuat pilihan keuangan yang melebihi batas kapabilitas mereka.
Mereka berlomba mencapai tanda-tanda kemakmuran seperti vila mewah, pendidikan di sekolah elit bagi buah hati, atau dompet merek terkenal, padahal sebenarnya gaji tiap bulan tak cukup mendukung cara hidup itu semua.
Berdasarkan laporan berita, berikut adalah delapan tindakan yang umumnya dilakukan kalangan menengah untuk mengikuti gaya hidup kaum bergolongan tinggi. Ternyata, tanpa disadarinya, hal ini dapat malah menjadi boomerang dan menyulitkan mereka dengan beban finansial yang cukup berat.
1. Melacak Produk Bergensi untuk Kepercayaan Diri
Salah satu karakteristik utama dalam usaha mengikuti gaya hidup kalangan berada adalah kesukaan pada pembelian produk bernoda merek, yang meliputi dompet, sepatu, dan pernak-pernik fashion.
Benda-benda tersebut biasanya tidak dibeli karena diperlukan atau mutunya, tetapi gara-gara merknya.
Banyak orang bersedia mengambil kredit jangka panjang hanya demi dapat memakai lambang-lambang mewah yang dikaitkan dengan derajat sosial tinggi.
Gaya hidup ini membentuk persepsi kesejahteraan, namun dibaliknya biasanya bersemayam hutang yang semakin bertambah serta tabungan yang tak ada sama sekali.
2. Hidup di Rumah yang Lebih Luas dari Kebutuhan Kenyamanan
Mempunyai tempat tinggal yang luas mungkin tampak sebagai prestasi, namun bila pembayaran setiap bulannya menghabiskan kebanyakan pendapatan, rasa nyaman hanya akan terlihat semata-mata.
Banyak famili dari kalangan menengah tertarik untuk membeli rumah yang sangat mewah agar nampak berhasil, namun mereka tidak memperhatikan biaya pemeliharaan, pajak, serta tagihan utilitas yang bisa naik secara signifikan.
Rumah mewah yang tidak sesuai dengan penghasilan dapat justru menciptakan kegelisahan daripada kenyamanan, dan bahkan bisa mengakibatkan perselisihan dalam keluarga karena beban keuangan yang meningkat.
3. Mengharuskan Anak Masuk ke Sekolah Berbiaya Tinggi yang Mungkin Tidak Diperlukan
Sekolah swasta yang memiliki tarif mahal kerap kali menjadi lambang kesuksesan para orangtua.
Sayangnya, keputusan tersebut sering kali bukan didasarkan pada kebutuhan pendidikan anak, tetapi dipengaruhi oleh tekanan sosial untuk tampak "terjamin".
Banyak wali murid pada akhirnya terjerat dalam pengeluaran yang semakin meningkat, mulai dari uang pangkal dan biaya semester, aktivitas ekstra kurikuler, sampai penyesuaian gaya hidup sesuai dengan norma di lingkaran sekolah tersebut.
Sebenarnya, mutu pendidikan tidak selalu diukur berdasarkan besarnya biaya.
4. Liburan Berkelas untuk Konten Medsos
Sosial media sudah merubah istirahat saat berlibur jadi kesempatan untuk menunjukkan diri.
Banyak warga kalangan menengah yang berusaha keras untuk bermalam di resor mewah, melakukan penerbangan internasional, atau ikut serta dalam gaya hidup staycation bergaya hanya agar mendapatkan konten yang tampak "mewah".
Sayangnya, perjalanan wisata semacam itu umumnya dibayar menggunakan kartu kredit atau peminjaman jangka pendek, yang akibatnya baru dirasakan setelah kepulangan: jumlah uang di tabungan berkurang drastis, tagihan menjadi bertambah banyak, dan harus menghadapi lagi kesibukan sehari-hari sambil merasa beban finansial makin memberat.
5. Mengubah Makan di Restoran Elegan Menjadi Kebiasaan
Sesekali makan di restoran fine dining pasturkuran tidak menjadi masalah, tetapi mengubahnya jadi kebiasaan untuk gaya hidup akan berakibat biaya tinggi.
Banyak kelompok masyarakat berpendapatan sedang melakukan hal ini untuk membentuk imej atau memenuhi harapan sosial di sekitar mereka.
Sebenarnya, biaya-biaya tetap semacam itu dapat menyita sebagian besar dari anggaran bulanan Anda dan mengurangi prioritas penting lainnya seperti tabungan darurat atau investasi di masa depan.
6. Menyetir Kendaraan Mewah dari Penyewaan atau Angsuran Besar
Mengendarai kendaraan mewah menghasilkan citra prestise di hadapan orang lain, dan sebagian besar kelompok berpendapatan sedang tertarik untuk mencari pengakuan tersebut.
Mereka bersedia menyewa mobil mewah ketika ada acara khusus, atau memilih untuk mengambil pinjaman berjangka agar dapat membawa pulang kendaraan yang memiliki simbol status tinggi.
Akan tetapi, dibalik setir mobil mewah tersebut, biasanya terdapat banyak korban, seperti biaya pemeliharaan yang selalu meningkat, premi asuransi yang fantastis, serta berbagai macam pengeluaran lainnya yang dapat menghabiskan isi kantong.
7. Menyelenggarakan Acara Berkelas untuk Memperkuat Status Socio-Ekonomi
Acara seperti hari jadi, perkawinan, atau berbagai pesta keluarga kerap menjadi ajang untuk memamerkan "kesukesan".
Banyak keluarga berada di tingkat menengah atas yang merayakan perayaan besar dengan gemerlap, membooking tempat istimewa, membawa artis ternama, serta menyajikan hidangan berkualitas tinggi hanya untuk meninggalkan kesan yang baik.
Sebenarnya, perayaan yang berlebihan dapat menyusutkan simpanan dengan cepat serta biasanya hanya memberikan kebahagiaan singkat tanpa manfaat di masa depan.
8. Menyampingkan Rencana Keuangan untuk Terlihat Bergelimang Harta
Ironisnya, meski penuh dengan berbagai macam kemegahan itu, masih terdapat banyak keluarga kalangan menengah yang kurang mempunyai perencanaan keuangan yang kuat.
Mereka cenderung mengedepankan aspek visual daripada kebutuhan sebenarnya.
Tanpa adanyadana darurat, investasi, atau pun perencanaan untuk masa pensiun, cara hidup yang telah mereka bentuk mirip dengan sebuah istana pasir; tampak mempesona namun lemah dan mudah runtuh ketika menghadapi hembusan angin cobaan.
Menjaga harga diri di atas dasar keuangan yang tidak stabil hanya akan mempercepat kemunduran saat tantangan tak terduga datang.
Tidak ada komentar