Beranda
NEWS
Ulasan buku "Sebelas Patriot" - Andrea Hirata
Redaksi
Juli 15, 2025

Ulasan buku "Sebelas Patriot" - Andrea Hirata

Judul buku: Sebelas Patriot

Penulis: Andrea Hirata

Penerbit: Bentang

Cetakan: 1, Juni 2011

Ketebalan: xii + 108

ISBN: 978-602-8811-52-1

Sebelas Patriot Lapangan Hijau

Dari Sabang hingga Merauke, semua datang hanya untukmu

PSSI adalah kebanggaanku, aku di sini untuk mendukungmu

Bendera merah putih berkibar, semangatku berkobar-kobar

Di dadaku gagah Garuda, tundukkanlah lawan-lawanmu

Itulah cuplikan lagu berjudul "PSSI Aku Datang", yang lirik dan aransemenya diciptakan sendiri oleh Andrea Hirata. Selain lagu tersebut, terdapat juga dua lagu lainnya, yaitu "Sebelas Patriot" dan "Sorak Indonesia". Tiga lagu tersebut adalah persembahan Andrea untuk para pendukung Tim Nasional Indonesia. Lagu semangat bagi 11 Patriot Bangsa yang bertanding di lapangan hijau.

Tiga lagu tersebut terdapat dalam CD yang disertakan dalam novel ketujuh Andrea Hirata, berjudul Sebelas Patriot. Novel ini bertema sepak bola. Olahraga yang sangat merakyat di hampir seluruh negara di dunia. Tidak peduli apakah itu negara adidaya, negara maju atau berkembang, negara dunia ketiga, bahkan negara yang sedang diduduki pun memiliki hak untuk mencintai sepak bola. "Mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak bermain sepak bola. Karena sepak bola adalah kegembiraan satu-satunya bagi mereka. Karena mereka tahu arti sepak bola bagi rakyat jelata yang mendukung mereka. Lapangan sepak bola adalah medan pertempuran untuk melawan penjajah" (hal 21).

Seperti karya-karya Andrea sebelumnya dalam Tetralogi Laskar Pelangi, Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, Andrea kembali menyajikan kisah yang menginspirasi yang akan membuat pembaca terharu oleh ketulusan cinta antara ayah dan anak. Terenyuh oleh semangat patriotisme Ikal. Kagum akan semangat Ikal dalam meraih setiap impiannya. Tertawa terpingkal oleh keluguan masyarakat dan gaya humoris Andrea.

Membaca Sebelas Patriot seperti membaca potongan puzzle yang hilang dalam kisah hidup Ikal. Dalam perjalanan hidup Ikal mulai dari Belitong hingga merantau ke Eropa, ada satu potongan kisah yang tidak pernah diceritakan dalam karya-karya Andrea sebelumnya, yang menceritakan hidup Ikal. Satu kisah tentang masa lalu ayahnya, yang begitu mendalam terukir dalam diri sang ayah dan kemudian memberikan warna dalam rangkaian kisah hidup Ikal.

Cerita dimulai dari sebuah foto lama yang ditemukan Ikal di rumahnya. Foto yang kemudian diketahuinya adalah foto ayahnya. Dalam foto tersebut terlihat seorang pria muda dengan seragam pemain sepak bola sedang memegang trofi. Anehnya, wajah ayahnya dalam foto itu tidak menunjukkan kebahagiaan, tidak tersenyum. Setelah bertanya dan mendengar cerita dari seorang teman lama ayahnya, Ikal mengetahui bahwa ayahnya dulu pernah menjadi seorang Bintang Sepak Bola. Namun, karier ayahnya sebagai pemain sepak bola tidak berakhir indah. Kekejaman penjajah menyebabkan ia tidak bisa bermain sepak bola lagi. Ayahnya dikirim ke tahanan, dan kembali dengan tulang kaki kirinya hancur. Ia tidak akan pernah bisa bermain sepak bola lagi, saat itu usianya baru 17 tahun. Gambar ayah dalam foto tersebut diambil setelah pertandingan terakhirnya sebagai bintang sepak bola.

Ikal yang sangat mencintai ayahnya, saat itu duduk di kelas 6 SD. Ia berkomitmen untuk mewujudkan impian ayahnya yang gagal. Ya, Ikal bermimpi menjadi pemain sepak bola di tim nasional PSSI.

Dimulailah perjalanan Ikal dalam meraih impian menjadi pemain sepak bola. Ia berlatih pada pelatih Toharun. Pelatih Toharun adalah pelatih yang unik, namun gigih dalam melatih bibit muda calon atlet nasional. Karier pelatih Toharun mengikuti jejak karier ayahnya yang juga seorang pelatih sepak bola, yaitu pelatih Amin. Di kemudian hari, anak pelatih Toharun ternyata juga berkarier sebagai pelatih sepak bola, namanya pelatih Tohamin.

Pelatih Toharun memiliki filosofi tersendiri dalam melatih anak asuhnya, filosofi ini dikenal dengan Filosofi Buah-buahan. Misalnya, tendangan pisang. Teknik ini digunakan oleh pemain sayap, termasuk Ikal. Jika tendangan ini berhasil, bola akan meluncur secara melengkung seperti buah pisang sehingga penjaga gawang kewalahan. Teknik berikutnya adalah sundul labu siam. Teknik ini mirip dengan seseorang yang menyundul buah labu siam di kebun. Tujuannya adalah agar striker unggul dalam umpan-umpan tinggi dan mampu melakukan tandukan secara akurat. Selanjutnya, teknik kuda-kuda buah nangka. Maksudnya, para pemain belakang bertindak seolah-olah seperti buah nangka besar yang tidak mudah digeser. Terakhir, teknik durian runtuh. Seluruh pemain yang ada di lapangan diminta untuk menendang bola sekuat-kuat tenaga secara bersamaan dalam jarak dekat dan kiper harus mampu menangkap bola sebanyak-banyak kemampuannya (hlm 44).

Menarik untuk menyimak perjalanan Ikal dalam usahanya melewati seleksi atlet junior PSSI. Pada akhirnya, setelah mengetahui hasil usahanya, Ikal diingatkan oleh ayahnya bahwa "Prestasi tertinggi seseorang, medali emasnya, adalah jiwa besarnya" (hal 61).

Bagi pembaca setia karya-karya Andrea, tentu mengenal gaya bahasa Andrea. Gaya bercerita yang akrab, sederhana, dan menghibur. Andrea sangat mahir dalam mengolah tiga unsur ini. Penuh makna dalam setiap cerita. Buku ini cukup ringkas dan menariknya lagi, di dalamnya terdapat beberapa foto Andrea muda ketika menjadi backpacker di Eropa.

Dalam novel ini, Andrea Hirata memberi tahu kita bahwa "menggemari tim sepak bola negeri sendiri adalah 10% mencintai sepak bola dan 90% mencintai tanah air" (hal 88). Terakhir, pesan moral dalam buku ini adalah, kita belajar dari keluguan, ketulusan, dan keikhlasan cinta antara ayah-anak-Ikal dan Ayahnya-lalu antara mereka dan sepak bola. Di tengah segala kesederhanaan terdapat jiwa, semangat, dan impian yang begitu besar. Seperti ayah Ikal, kita semua adalah patriot bagi keluarga kita.

Penulis blog

Tidak ada komentar