
PESANKU.CO.ID- Polemik mutasi pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo memasuki babak baru.
Mengungkap dugaan suap terkait pengurusan jabatan dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat Bupati Ponorogo nonaktif Sugiri Sancoko, memunculkan spekulasi mengenai sah atau tidaknya mutasi pejabat yang diterbitkan menjelang penangkapan tersebut.
Mengutip Radar Madiun (Jawa Pos Group), mutasi terhadap 138 pegawai negeri sipil (PNS) itu ditandatangani Sugiri pada Jumat siang (7/11), hanya beberapa jam sebelum KPK melakukan OTT di sore hari.
Plt Bupati Ponorogo Lisdyarita menyatakan bahwa pihaknya akan meninjau ulang seluruh proses mutasi ratusan pejabat di Pemkab Ponorogo.
"Kami lihat lagi, pelajari dulu seperti apa. Yang terpenting pelayanan tetap berjalan," kata Lisdyarita.
Mutasi tersebut sejatinya dijadwalkan mulai berlaku pada 10 November. Namun hingga kini, seluruh PNS yang masuk daftar mutasi diminta tetap menempati posisi lama sambil menunggu keputusan resmi dari pemerintah daerah.
Lisdyarita menegaskan, setiap kebijakan kepegawaian harus memiliki dasar hukum yang kuat, terlebih karena waktu penerbitan mutasi bersinggungan langsung dengan momentum OTT KPK.
Senada, Kabag Hukum Setda Ponorogo, Sugeng Prakoso, mengatakan bahwa seluruh ASN yang terlibat mutasi tetap menjalankan tugas seperti biasa. Menurut dia, evaluasi legalitas mutasi wajib dilakukan demi tertib administrasi pemerintahan.
"Karena mutasi dilakukan sekitar satu jam sebelum OTT, kami perlu memverifikasi legalitasnya. Pemerintahan tidak boleh berhenti," katanya.
Dari total 138 ASN yang dimutasi, dua di antaranya merupakan pejabat eselon II. Kepala Disdukcapil Hery Sutrisno dipindah menjadi Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertahankan).
Sementara pejabat lama Dispertahankan, Supriyanto, pindah menjadi Kepala BKPSDM Ponorogo. Mutasi lain mencakup jabatan sekretaris dinas, camat, kepala bidang, hingga lurah.
Dalam kasusnya, KPK menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko sebagai tersangka dalam dugaan suap pengurusan jabatan, serta suap proyek pekerjaan RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di lingkungan pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
Ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Kabupaten Ponorogo, pada Jumat (7/11).
Selain Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, KPK juga menetapkan Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Agus Pramono; Direktur RSUD Dr. Harjono, Yunus Mahatma; dan pihak swasta, Sucipto sebagai tersangka dalam kasus itu.
Tiga Klaster Kasus Korupsi dan Penerimaan Hadiah
Sugiri Sancoko terlibat dalam kasus dugaan suap yang mencakup tiga klaster. Di antaranya suap dalam pengurusan jabatan, suap proyek pembangunan RSUD Ponorogo, dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Klaster pertama terkait dugaan suap untuk mempertahankan jabatan Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM). Diduga, Yunus memberikan uang kepada Bupati Sugiri Sancoko (SUG) agar tidak diganti dari jabatannya.
Total uang yang diberikan Yunus mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian Rp 900 juta untuk Sugiri dan Rp 325 juta untuk Sekda Ponorogo Agus Pramono.
Klaster Kedua terkait dugaan suap proyek RSUD dr. Harjono Ponorogo tahun 2024 senilai Rp 14 miliar. Diduga, Sucipto (SC), pihak swasta mitra RSUD, memberikan fee proyek sebesar 10 persen atau Rp 1,4 miliar kepada Yunus Mahatma.
Sementara klaster ketiga, Sugiri diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 300 juta selama periode 2023–2025. Penerimaan gratifikasi itu berkaitan dengan jabatannya sebagai Bupati.
Empat tersangka dituduh melanggar Pasal 12 huruf a atau b, dan/atau Pasal 11, dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus untuk Sucipto dan Yunus Mahatma, juga dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.
Redaksi
Tidak ada komentar