Oleh: Maria Evarista Sugo
Pekerja Perawat serta Siswa Pascasarjana Kesehatan Masyarakat UI
NOIS.CO.ID -- Setiap tanggal 12 Mei, seluruh dunia bernyanyi untuk para perawat dengan sebuah lagu hlmn.
Banner berisi pujian lengkap bergelayut di tembok klinik, sambutan resmi bertebaran dari satu podium ke podium lainnya.
Namun, ketika hari itu usai, kami kembali ke lorong-lorong sunyi, merawat luka-luka bangsa dengan tangan yang mulai lelah, dan hati yang perlahan kehilangan daya.
Kita tidak hanya pekerja profesional, kita merupakan bagian integral dari jaringan layanan kesehatan yang lemah.
Sudah terlalu lama kami cuma dipajang sebagai bukti kepedulian manusia - dihormati ketika ada wabastis, kemudian dilupakan begitu saja ketika situasi sudah pulih.
Padahal kami tak pernah pulang dari garis depan. Kami tetap berjaga, saat semua tidur. Kami tetap merawat, saat semua pergi.
Di rumah sakit darurat, kami menjadi orang pertama yang mengamati indikator kehidupan, serta tangan pertama yang merasakan cedera pasien.
Di area perawatan kanker, kita tidak sekadar memberikan obat kimia ke tubuh para pasien lelah; kita juga menggenggam harapan, membantu meredakan kesedihan, serta menenangkan famili yang menanti dengan penuh ketegangan.
Perawat merupakan akar yang mendukung pohon. Meskipun tidak terlihat, namun tanpa mereka pohon akan tumbang.
Ketika kami jatuh sakit, sistem kesehatan pun ikut pincang. Maka saat dunia bicara tentang pemulihan pasca pandemi, pembangunan kesehatan, dan ketahanan nasional - mereka sesungguhnya bicara tentang kami, tanpa benar-benar menyebut nama kami.
Berapa banyak dari kami yang digaji tak layak? Berapa banyak yang berstatus tenaga honorer, padahal tugas kami sama, tanggung jawab kami setara?
Kami diajari untuk selalu menjaga pasien dalam kondisi apapun, tapi siapa yang menjaga kami dari kelelahan struktural dan pengabaian sistemik?
Sementara beban kerja meningkat, perlindungan hukum tetap samar. Saat ada kesalahan prosedur - bahkan yang dipicu oleh sistem yang tak memadai - kami seringkali menjadi korban pertama.
Sistem melindungi institusi, bukan perawat yang berada di garis paling rapuh.
Peringatan Hari Perawat Sedunia tahun ini mengusung tema: “Our Nurses. Our Future. Caring for nurses strengthens economies.”
Topik tersebut tidak hanya sekadar formalitas. Negara-negara dengan kondisi ekonomi stabil merupakan negara yang menghargai perawat bukan semata-mata sebagai tambahan, melainkan sebagai fondasi penting dalam membangun sistem kesehatan publik.
Negara harus menyadari bahwa berinvestasi dalam kesejahteraan perawat bukan hanya tentang kesopanan moralitas tetapi juga merupakan bagian dari strategi nasional.
Sistem yang tidak merawat perawatnya, sedang menyusun kehancurannya sendiri secara perlahan.
Jangan kirimi kami bunga, jika kami masih harus menyewa rumah di ujung kota dengan gaji yang hampir tak cukup untuk susu anak.
Jangan puji kami sebagai pahlawan, jika kami terus bekerja dengan status tidak tetap.
Jangan sanjung kami sebagai garda terdepan, jika kebijakan justru menempatkan kami sebagai pelengkap.
Yang kami butuhkan adalah jaminan. Adilnya upah. Perlindungan hukum. Kejelasan karier. Dan pengakuan yang bukan hanya dalam bentuk retorika.
Karena kami merawat bangsa ini - secara harfiah. Kami mengangkat tubuh yang lemah, kami mendengar rintih yang tak tertulis di rekam medis, kami berdiri tegak saat yang lain menjauh.
Dan kini, di Hari Perawat Internasional, kami hanya ingin satu hal: Negara, tolong rawatlah kami. (*)
Simak terus berita NOIS.CO.ID --di Google News
Tidak ada komentar