
NOIS.CO.ID -- — Thalassemia merupakan suatu gangguan darah yang kerap kali diabaikan walaupun memberi pengaruh jangka panjang pada orang yang menderitanya. Gangguan kesehatan ini dipicu oleh abnormalitas genetika yang menghalangi tubuh untuk membuat hemoglobin dengan cara normal, akibatnya mereka harus menjalani prosedur tranfusi darah secara berkala selama masa hidupnya.
Dosen Fakultas Kedokteran Unair Pradana Zaky Romadhon menyatakan bahwa thalasemia dapat diteruskan oleh orangtua ke anak-anak mereka. Dia mengatakan, "Penyakit ini disebut sebagai kondisi anemian dengan karakteristik genetika dan turunan. Penderitanya memiliki kesulitan untuk membuat hemoglobin secara mencukupi dalam tubuh, sehingga kadar Hb biasanya lebih rendah." Hal tersebut dia jelaskan pada acara peringatan Hari Thalassemia Sedunia bersama sejumlah pasien di Grand City Mall, Surabaya, Kamis (8/5).
Pasien thalasemia perlu melakukan prosedur transfusi darah dengan teratur agar tingkat hemoglobennya bisa dipertahankan pada level normal. Menurut penjelasan Zaky, "Mereka harus mengisi ulang hemoglobinnya dalam interval waktu tertentu sehingga mendekati angka normal. Transfusi ini biasanya dijalani setiap dua sampai tiga pekan sekali."
Tanda-tanda Thalassemia yang Acapkali Diabaikan
Gejala thalassemia pada pasien terkadang tampak seperti gejala anemia biasa, tetapi memiliki konsekuensi yang lebih berat apabila tidak diobati secara cepat. Menurut penjelasan Zaky, gejala-gejala umum yang kerap dirasakan oleh mereka yang menderita thalassemia mencakup perasaan lelah, kelelahan, serta kurang semangat, hingga dapat mengalami sesak nafas ketika tingkat hemoglobinnya sangat rendah.
"Gejalanya merupakan gejala anemia secara umum. Pasien biasanya mengalami kelemahan, mudah capek, dan loyo. Jika kadar Hb-nya sangat rendah, pasien dapat mengalami sesak napas. Ketika berjalan cukup jauh, rasa sesak ini mungkin timbul," jelaskan Spesialis Penyakit Dalam yang khusus menangani Hematologi-Onkologi Medis tersebut.
Di samping gejala-gejala tersebut, masih ada pula beberapa dampak negatif yang timbul dari prosedur tranfusi darah berkelanjutan. Menurut Zaky, “Mereka yang menjalani transfusi darah secara berkala dapat menghadapi sejumlah masalah pada bagian wajah, otot jantung, ginjal, lever, serta kelenjar endoktrin. Ini disebabkan oleh frekuensi tinggi dalam melakukan transfusi darah.”
Pendeteksian Awal dan Pengendalian Penyakit Thalassemia
Zaky menyebutkan bahwa pemeriksaan awal bisa memperkuat upaya untuk mencegah penularan Thalassemia ke generasi mendatang. Bila kedua belah pihak adalah carrier dari Thalassemia, maka cukup berisiko bayi lahir dengan kondisi serupa. Karena alasan tersebut, disarankan melakukan tes genetik kepada calon pasangan sebelum pernikahan.
Salah satu langkah yang harus diambil adalah melakukan pemeriksaan bagi pasangan-pasangan yang berencana untuk menikah atau orang-orang yang telah mencapai usia dewasa. Apabila ditemukan adanya kemungkinan bahwa mereka membawa karakteristik Thalasemia, maka dapat disampaikan kepada mereka tentang potensi risiko penyakit tersebut pada generasi mendatangnya,” ungkap Manager Sumber Daya Manusia dari RS Unair tersebut.
Zaky ingin supaya pemerintah memperbanyak perhatiannya pada kemudahan mendapatkan obat-obatan serta tranfusi darah secara berkala untuk para pasien thalasemia. Di samping itu, program pendidikan dan kampanye tentang penyakit tersebut wajib dikembangkan lagi sehingga publik bisa menjadi lebih peka terhadap tanda-tanda dan bahayanya. Melalui diagnosis awal yang cepat dan perlakuan yang sesuai, diinginkanlah bahwa mereka yang menderita thalasemia dapat menikmati kehidupan dengan standar yang lebih tinggi dan dampak negatifnya pun bisa dibuat semakin sedikit. (*)
Tidak ada komentar