
NOIS.CO.ID — Polemik ASEAN Club Championship (ACC) 2025/2026 memicu reaksi keras dari manajemen Persebaya Surabaya. Tim asal Kota Pahlawan itu sangat kecewa setelah mengetahui tidak dilibatkan dalam ajang bergengsi antar klub Asia Tenggara tersebut.
Sekretaris tim Persebaya Surabaya, Ram Surahman, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya. Ia mengaku terkejut karena belum menerima informasi resmi apa pun mengenai keikutsertaan timnya di ACC.
Ram mengatakan bahwa sejauh ini hanya mendengar kabar melalui media atau pembicaraan informal. "Sejauh ini kan cuma info saja. Buktinya sampai sekarang kami tidak menerima surat apa pun soal itu," ujarnya, Jumat (4/7/2025).
Bahkan, ia menegaskan tidak ada email yang masuk dari PSSI ataupun AFF selaku penyelenggara turnamen. Menurutnya, hal ini sangat disayangkan karena membuat klub tidak bisa bersiap secara optimal.
Bahkan, email dari PSSI atau pihak penyelenggara (AFF) juga sama sekali tidak ada yang masuk.
Padahal, menurut Ram, Persebaya Surabaya sudah sangat siap baik dari sisi tim maupun infrastruktur pendukung. Stadion Gelora Bung Tomo yang menjadi markas mereka bahkan sudah berstandar AFC.
Selain itu, ia menegaskan seluruh syarat dan lisensi klub juga sudah dipenuhi. "Kami sudah bereskan terkait lisensi dan syarat lainnya," tambah Ram.
Keputusan tidak diikutsertakannya Persebaya Surabaya di ACC 2025/2026 memang cukup membingungkan.
Pasalnya, PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebelumnya telah menunjuk Persebaya Surabaya bersama Malut United sebagai wakil Indonesia.
Kedua klub tersebut ditunjuk karena menempati posisi tiga dan empat dalam klasemen akhir Liga 1 Indonesia 2024/2025. Namun, AFF selaku penyelenggara ACC disebut hanya mengakomodasi tim peringkat satu dan dua.
Artinya, dua tim yang akhirnya menjadi perwakilan Indonesia adalah Persib Bandung dan Dewa United. Hal ini jelas menyalahi skema awal yang disepakati antara PT LIB dan seluruh klub Liga 1.
Direktur Utama PT LIB, Ferry Paulus, turut angkat bicara dalam konferensi pers yang digelar Kamis (3/7/2025). Ia menegaskan PT LIB tetap berpegang pada kesepakatan awal terkait penunjukan tim ke kompetisi internasional.
Menurut Ferry, skema yang disepakati adalah peringkat satu dan dua akan mewakili Indonesia di ajang AFC. Sedangkan peringkat tiga dan empat akan berlaga di turnamen regional seperti ACC yang diselenggarakan AFF.
Namun, pihak penyelenggara ACC memiliki pandangan berbeda dengan tetap memilih dua tim teratas di klasemen. Hal ini tentu berdampak pada Persebaya Surabaya dan Malut United yang harus tersingkir dari daftar peserta.
Ferry menyebutkan, jika tetap memaksakan tim peringkat satu dan dua tampil di tiga level kompetisi sekaligus, jadwal akan menjadi sangat padat.
Hal itu dikhawatirkan dapat mengganggu persiapan tim, terlebih di tengah agenda seperti SEA Games dan turnamen lainnya.
“Kami pasti akan kesulitan mengatur jadwal pertandingan jika semua tim terbaik harus ikut semua turnamen,” katanya. “Tapi buat kami PT Liga, kalau tidak diikutsertakan, ya memang ini belum waktunya buat kami,” imbuhnya.
Meskipun kecewa, Ferry menyebut ketidakhadiran Indonesia di ACC tidak akan berdampak pada peringkat kompetisi nasional. "Kalau AFF kami tidak tahu, tapi kalau AFC pasti ada konsekuensinya," tegasnya.
Namun demikian, Ferry menegaskan prioritas PT LIB saat ini adalah fokus untuk memperbaiki peringkat kompetisi nasional. Ia menambahkan bahwa keterlibatan di turnamen regional bukan satu-satunya parameter kemajuan liga Indonesia.
Polemik ini jelas merugikan Persebaya Surabaya karena kurangnya transparansi informasi. Tidak adanya komunikasi resmi dari PSSI maupun AFF semakin memperpanas situasi internal klub.
Sebagai tim yang dinilai siap secara administrasi maupun infrastruktur, Persebaya Surabaya merasa layak mendapat tempat di kompetisi selevel AFC.
Ketidakterlibatan mereka dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dalam tata kelola sepak bola regional. Namun akhirnya semua terjawab dalam undian kemarin, Jumat (4/7/2025), tidak ada nama klub dari Indonesia.
Tanpa adanya wakil Indonesia di ASEAN Club Championship musim depan, ini menjadi tanda bahaya bagi diplomasi sepak bola Tanah Air. Apalagi jika dikaitkan dengan ambisi membangun reputasi kompetisi Indonesia di tingkat regional.
Tidak ada komentar