Beranda
ekonomi
indonesia
masalah sosial
masyarakat
pekerjaan dan karier
Ketika Pengangguran Semakin Banyak di Indonesia, Alarm Serius di Tengah Bonus Demografi.
Redaksi
Agustus 07, 2025

Ketika Pengangguran Semakin Banyak di Indonesia, Alarm Serius di Tengah Bonus Demografi.

Baru-baru ini, berita dari Badan Pusat Statistik (BPS) membuat kita harus mulai waspada, bukan hanya karena cuaca panas semakin ekstrem, tetapi juga karena angka pengangguran di Indonesia ternyata meningkat.

Ya, pada Februari 2025, tercatat 7,28 juta orang Indonesia menganggur. Meningkat sekitar 83.450 orang atau 1,11% dibandingkan Februari 2024.

Yang membuat sedih, sebagian besar dari angka ini berasal dari kelompok usia di bawah 24 tahun.

Generasi muda, yang seharusnya menjadi penggerak roda ekonomi bangsa, justru paling banyak yang belum memiliki pekerjaan.

Ini bukan sekadar angka, tetapi cerminan dari tantangan besar yang sedang dihadapi negara ini.

Mengapa Bisa Seperti Ini?

Ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Mari kita bahas satu per satu secara santai tapi serius:

1. Pendidikan Belum Sesuai dengan Kebutuhan Pasar Kerja

Banyak lulusan sekolah dan universitas ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan industri.

Akhirnya, mereka kesulitan mencari pekerjaan karena keterampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Misalnya, banyak lulusan jurusan yang "pasarnya sempit", atau tidak diajarkan keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja digital dan modern.

2. Pertumbuhan Lapangan Kerja yang Lambat

Meskipun ekonomi tumbuh, pertumbuhan lapangan kerja belum secepat laju pertambahan tenaga kerja.

Banyak perusahaan juga masih menunggu dan melihat, apalagi menghadapi tekanan global, perang dagang, hingga ketidakpastian ekonomi dunia.

3. Dominasi Pekerjaan Tidak Formal

Banyak pemuda yang akhirnya bekerja paruh waktu atau di sektor informal.

Meskipun itu lebih baik daripada benar-benar tidak bekerja, tetapi mereka tetap belum termasuk dalam kategori tenaga kerja formal yang memiliki jaminan dan stabilitas penghasilan.

4. Transformasi Digital

Teknologi memang menciptakan banyak peluang, tapi juga sekaligus "menggusur" banyak pekerjaan konvensional.

Yang tidak adaptif terhadap teknologi, mau tidak mau akan tertinggal. Dan ini terjadi di banyak sektor.

Generasi Muda Paling Rentan

Jika dilihat lebih dalam, generasi di bawah 24 tahun yang paling banyak menganggur sebenarnya adalah generasi dengan semangat tinggi, ide kreatif yang berlimpah, dan kemampuan teknologi yang memadai.

Tapi mengapa mereka tetap sulit mendapatkan pekerjaan?

Salah satunya adalah karena banyak perusahaan yang masih menetapkan syarat pengalaman kerja, bahkan untuk posisi entry-level. Belum bekerja, tapi ditanya pengalaman.

Bagaimana bisa?

Selain itu, akses informasi kerja yang tidak merata juga menjadi kendala. Banyak pemuda di daerah yang tidak tahu harus mulai dari mana untuk memasuki dunia kerja.

Apa Dampaknya?

Kenaikan angka pengangguran ini tentu tidak bisa dianggap remeh. Ini dapat berdampak pada banyak aspek kehidupan:

1. Kesejahteraan menurun:

Tanpa penghasilan tetap, tentu daya beli masyarakat menurun.

2. Produktivitas nasional menurun:

Bonus demografi yang seharusnya menjadi keuntungan justru bisa menjadi beban jika tenaga kerja produktif justru banyak menganggur.

3. Peningkatan potensi masalah sosial:

Ketidakmampuan yang terus meningkat dapat berujung pada peningkatan kriminalitas, gangguan kesehatan mental, hingga radikalisasi.

Lalu, Solusinya Apa?

Pemerintah, dunia pendidikan, pelaku industri, dan generasi muda itu sendiri harus duduk bersama untuk mencari solusi konkret.

Ini bukan soal saling menyalahkan, tetapi tentang kolaborasi.

1. Revitalisasi Kurikulum Pendidikan

Pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Pendidikan vokasi, pelatihan kerja berbasis digital, dan kurikulum kewirausahaan perlu diperkuat.

2. Mendorong Kewirausahaan

Pemuda harus mulai didorong untuk tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja. Inkubator bisnis, akses modal UMKM, dan pembinaan harus diperluas.

3. Digitalisasi Informasi Pekerjaan

Platform informasi kerja yang mudah diakses, terutama untuk daerah-daerah tertinggal, harus ditingkatkan. Banyak talenta muda yang belum terkoneksi dengan informasi pekerjaan yang tepat.

4. Magang dan Pelatihan

Perusahaan juga perlu membuka lebih banyak program magang dan pelatihan bagi lulusan baru, sebagai jembatan untuk memasuki dunia kerja.

5. Kolaborasi Lintas Sektor

Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada peran aktif dari swasta, komunitas, bahkan kampus untuk membuka ruang kerja baru dan pelatihan berbasis kebutuhan nyata di lapangan.

Angka 7,28 juta pengangguran bukan hanya data di atas kertas.

Itu adalah kisah dari jutaan orang yang sedang berjuang mencari masa depan. Kita tidak boleh mengabaikan fakta ini.

Generasi muda adalah aset berharga bangsa ini.

Jika kita gagal memaksimalkan potensi mereka, kita akan kehilangan peluang emas dalam sejarah pembangunan nasional.

Jadi mari kita ubah tantangan ini menjadi momentum untuk bergerak, berinovasi, dan menyusun ulang sistem ketenagakerjaan yang lebih inklusif, adaptif, dan adil.

Indonesia bisa, asalkan kita bersedia bekerja sama.

Penulis blog

Tidak ada komentar