Beranda
NEWS
Memahami Alur Rujukan dalam JKN, Mengapa Harus Dimulai dari FKTP?
Redaksi
Agustus 02, 2025

Memahami Alur Rujukan dalam JKN, Mengapa Harus Dimulai dari FKTP?

NOIS.CO.IDSaat sakit, beberapa orang mungkin langsung berpikir untuk pergi ke rumah sakit agar segera ditangani oleh dokter spesialis. Tidak jarang orang yang yakin bahwa sakit harus langsung datang ke rumah sakit agar cepat sembuh.

Padahal dalam sistem layanan kesehatan Program JKN, setiap peserta diwajibkan terlebih dahulu mengakses layanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, klinik pratama, atau dokter praktik perorangan, kecuali peserta tersebut dalam kondisi gawat darurat.

Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah bahwa sistem rujukan berjenjang ini telah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan.

Dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan harus dimulai dari FKTP, sebelum dapat dirujuk ke rumah sakit atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.

"FKTP berperan sebagai garda terdepan dalam sistem pelayanan kesehatan. Mereka memiliki tugas untuk melakukan pemeriksaan awal, mendiagnosis, dan mengobati penyakit yang dialami oleh peserta JKN. Di samping itu, FKTP juga bertugas memberikan edukasi dan mendorong promotif maupun preventif. FKTP harus menjadi pihak yang paling mengetahui riwayat kesehatan peserta, karena sebetulnya merekalah akses layanan kesehatan yang paling dekat dengan jangkauan peserta," jelas Rizzky.

Rizzky menambahkan, mekanisme rujukan berjenjang dari FKTP ke rumah sakit, bukan untuk mempersulit peserta, melainkan untuk memastikan bahwa peserta bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang diberikan tepat sasaran, efisien, dan sesuai kebutuhan medis.

"Rumah sakit memang memiliki sumber daya yang lebih lengkap, namun jika semua penyakit harus ditangani di rumah sakit, termasuk penyakit ringan yang sebenarnya bisa dilayani di Puskesmas, maka bisa terjadi penumpukan pasien. Tenaga medis di rumah sakit yang seharusnya menangani kasus-kasus yang benar-benar membutuhkan perawatan lanjutan, jadi tidak bisa berperan optimal jika waktunya habis untuk menangani penyakit ringan," katanya.

Rizzky menyatakan bahwa rujukan ke rumah sakit akan diberikan apabila peserta memang membutuhkan pelayanan spesialistik, atau ketika FKTP tidak mampu menangani kondisi pasien akibat keterbatasan fasilitas, peralatan, atau tenaga medis. Rujukan dilakukan berdasarkan indikasi medis, bukan karena permintaan pribadi peserta atau alasan praktis semata.

"Ini penting dipahami, karena salah satu prinsip utama dalam Program JKN adalah memastikan peserta mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan medisnya, bukan sekadar keinginan peserta. FKTP akan menentukan apakah suatu kondisi dapat ditangani di tingkat pertama, atau memang memerlukan penanganan di tingkat lanjutan. Jika dinilai perlu, baru dokter umum akan memberikan surat rujukan resmi agar peserta dapat mendapatkan layanan lebih lanjut dari dokter spesialis di FKRTL," tambah Rizzky.

Rizzky mengatakan, rumah sakit yang menjadi tujuan rujukan di FKRTL juga memiliki klasifikasi berdasarkan kemampuan dan fasilitas yang dimilikinya, yaitu rumah sakit kelas D, C, B, dan A. Rumah sakit kelas D umumnya memiliki layanan dasar dan terbatas, sedangkan kelas A adalah rumah sakit rujukan tertinggi dengan fasilitas dan tenaga medis yang paling lengkap, termasuk dokter subspesialis dan teknologi kedokteran yang canggih.

"Penempatan rujukan ke rumah sakit tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan medis peserta JKN, serta kompetensi masing-masing rumah sakit. Jika kondisi peserta JKN belum dapat ditangani secara tuntas di rumah sakit sekunder, maka peserta bisa dirujuk kembali ke rumah sakit tersier untuk mendapatkan penanganan oleh dokter subspesialis. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah membangun sistem pelayanan kesehatan secara bertingkat, terstruktur, dan terpadu agar setiap peserta bisa mendapatkan pelayanan yang optimal di setiap tingkatnya," kata Rizzky.

Namun tidak semua rujukan dilakukan secara vertikal dari bawah ke atas. Rizzky menjelaskan bahwa ada juga rujukan antar fasilitas kesehatan dalam tingkatan yang sama. Misalnya, sebuah rumah sakit dapat merujuk ke rumah sakit lain yang memiliki kompetensi medis tertentu (antara lain tenaga kesehatan, sarana prasarana, maupun daya tampung) yang tidak dimiliki oleh rumah sakit yang merujuk.

"BPJS Kesehatan telah mengembangkan sistem rujukan yang terintegrasi antar fasilitas kesehatan. Dalam sistem ini, masing-masing fasilitas kesehatan telah dipetakan dan diprofilkan berdasarkan kemampuan, sarana prasarana, dan jenis layanan yang tersedia. Sebagai contoh, jika rumah sakit tersebut tidak memiliki penunjang medis dalam menangani peserta JKN, maka dapat dirujuk ke rumah sakit lain dengan kelas yang lebih tinggi. Perlu diketahui juga bahwa sarana pendukung seperti pengantaran ke rumah sakit lain menggunakan mobil ambulans ini juga dijamin oleh Program JKN sesuai dengan indikasi medis," ujar Rizzky.

Sistem rujukan berjenjang ini bukan hanya tentang alur administratif, tetapi bagian dari upaya pemerintah untuk mewujudkan layanan kesehatan yang adil, berkualitas, dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan alur yang telah diatur sedemikian rupa, Rizzky berharap peserta JKN mendapatkan layanan yang tepat, di tempat yang tepat, dan oleh tenaga medis sesuai dengan kompetensinya.

Penulis blog

Tidak ada komentar